Saturday, December 18, 2010

Apa kata musuh Islam


1. Moroe Barger berkata: "Sebenarnya ketakutan kami dari bangsa Arab,dan
perhatian kami yang berlebih-lebihan kepada bangsa itu, bukan lantaran
adanya kekayaan alam berupa ladang-ladang minyak yang melimpah ruah itu,
akan tetapi lantaran Islamnya" Kami wajib dan berupaya sekuat tenaga dan
kemampuan yang ada, untuk merintangi bersatunya bangsa Arab, yang bisa
menguatkan mereka. Karena,bersatu dan kuatnya bangsa itu, berarti
bersatu
dan kuatnya Islam di seluruh dunia, maka itu berarti kejayaan dan
kebangkitan Islam akan segera tumbuh . 
 
 
2. Lawrence Braoun berkata: "Apabila bangsa Arab sebagai basis umat
Islam
dan negara-negara Islam seluruh dunia bersatu, maka mereka akan
membahayakan
kita dan seluruh dunia. Kalau mereka tetap berpecah belah, mereka tidak
punya arti dan kekuasaan apapun. Kita bebas untuk menginjak dan menyeret
mereka. Karena itulah, bangsa Arab dan kaum Muslimin seluruh dunia harus
tetap berpecah belah, agar mereka tetap dalam tidur dan kebodohannya" . 
 
 
3. Arnold Toynbee berkata: "Sesungguhnya persatuan Islam itu ibarat
orang
yang sedang tidur nyenyak, namun kita harus waspada bahwa orang yang
tidur
itu sewaktu-waktu bisa bangun" . 
 
 
4. Moro Berger berkata: "Sejarah membuktikan bahwa kekuatan Arab berarti
kekuatan Islam, maka dari itu hancurkanlah bangsa Arab, bersamaan dengan
kehancurannya, hancur pula Islam di seluruh dunia" . 
 
 
5. W. K. Smith (orientalis Amerika), berkata: "Apabila kaum Muslimin
diberi
kebebasan dalam dunia Islam, dan hidup dalam alam demokrasi, maka pasti
Islam akan meraih kemenangan. Hanya dengan sistem diktator sajalah umat
Islam dapat kita kacaukan, dan mereka akan asing dengan agamanya" . 
 
 
6. Pemimpin majalah 'Times' (sebuah majalah Amerika), berkata: "Untuk
mencegah hadirnya kesadaran dalam diri umat Islam, maka kita harus
menjadikan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, menjadi
negara
diktator militer. Dengan demikian kita akan dapat mencapai kemenangan
terhadap bangsa Arab dan peradabannya" . 
 
 
7. Fidel Castro memberikan nasehat kepada Israel yang berbunyi: "Israel
harus berusaha keras jangan sampai gerakan gerilyawan Palestina itu
menganut
ajaran Islam. Karena ia akan memberikan kobaran semangat seperti yang
biasa
dikenal dalam masyarakat Islam. Sesungguhnya semangat agama Arab ini
akan
mempolarisasikan semua jamaah Islam yang lain, sehingga mustahil bagi
Israel
untuk memelihara eksistensinya. Juga saya peringatkan, agar Israel
berusaha
keras menjadikan negara Arab sekitarnya menjadi negara-negara sosialis,
untuk menemukan kerjasama secara damai antara sosialis Arab dan sosialis
Israel" . 
 
 
8. Lawrence Braoun berkata: "Selama ini para pemimpin kami
menakut-nakuti
kami dari ancaman berbagai bangsa. Namun setelah kami teliti dengan
seksama,
ternyata rasa takut kami itu tidak beralasan. Mereka menakut-nakuti kami
dengan bangsa Yahudi yang berbahaya, bangsa 'kuning' dari Jepang yang
beracun, dan bahayanya bangsa 'merah' (Bolsyewik - Komunis).
Kenyataannya,
kaum Yahudi menjadi kawan karib kami, kaum komunis menjadi sekutu kami,
dan
bangsa Jepang ... untuk yang satu ini, sudah ada negara demokrasi besar
yang
menjamin akan menaklukannya. 
 
 
Ternyata, bahaya terbesar yang kami temui adalah Islam. Hanya dialah
musuh
sebenarnya bagi kami, baik dalam penyebaran atau di dalam setiap sistem
yang
ada, maupun dalam semangatnya yang sangat menakjubkan" . 
 
 
9. Philip Foundatie (seorang Perancis) berkata: "Adalah menjadi
kewajiban
bagi bangsa Perancis untuk melawan dan menghancurkan Islam di dunia ini,
dan
menerapkan politik bermusuhan dengan agama itu, serta berusaha dengan
sekuat
tenaga untuk menghalangi penyebaran dan kebangkitannya" . 
 
 
10. Keimon (seorang orientalis Perancis) berkata: "Menurut hemat saya,
adalah menjadi kewajiban bagi kita untuk memusnahkan seperlima umat
Islam,
menghukum sisanya melakukan kerja paksa, menghancurkan Ka'bah di Mekkah,
dan
memindahkan mayat Muhammad di Medinah ke musium Le Louvre di Paris" . 
 
 
11. Sebuah media massa barat yang menyatakan: "Tidak diragukan lagi
bahwa
tugas misi dalam merusak dan mengaburkan aqidah Islam telah menemui
kegagalannya. Tetapi tujuan ini bisa dicapai melalui Perguruan-perguruan
Tinggi di Barat (juga semua perguruan dan sekolah atau yang semacamnya
maupun segala lembaga yang dapat dikuasai atau dipengaruhi oleh
Kristen/Yahudi/Israel di dunia ini; peny.). Untuk itu hendaknya dipilih
mahasiswa-mahasiswa (orang-orang; peny.) yang mempunyai watak yang lemah
dan
tidak mempunyai kepribadian serta moral yang rusak dari negara-negara
Timur,
khususnya dari dunia Islam, agar mereka diberi beasiswa (akses-akses,
bantuan-bantuan, kemudahan-kemudahan, sarana dan prasarana, dll.;
peny.),
sehingga mereka itu bisa menyandang gelar (mendapatkan posisi yang
menguntungkan/strategis atau mempunyai pengaruh yang luas dan kuat di
masyarakat; peny.), agar mereka bisa membawa misi yang tidak diketahui
(oleh
orang-orang tersebut; peny.). 
 
 
Agar mereka membina dan mewarnai tingkah laku sosial dan politik di
negara-negara Islam (dengan tingkah laku yang sebenarnya bertentangan
dengan
ajaran Islam, tetapi dinyatakan oleh orang-orang tersebut sebagai ajaran
Islam; peny.). Kami (Kristen/Yahudi/Israel; peny.) berkeyakinan bahwa
Perguruan-perguruan Tinggi barat (juga semua perguruan dan sekolah atau
yang
semacamnya maupun sebagai lembaga yang dapat dikuasai atau dipengaruhi
oleh
mereka di dunia ini; peny.) harus menggunakan kesempatan yang sebaik-
baiknya terhadap dunia Timur (Islam; peny.) yang tergila-gila dengan
gelar-
gelar ilmiah (maupun gelar-gelar lainnya yang dapat menyatakan bahwa
orang-
orang itu lebih dari orang-orang kebanyakan yang kemudian orang-orang
itu
dapat pergunakan untuk memperoleh kenikmatan duniawi semata-mata yang
berlimpah-limpah - dengan mengabaikan ajaran-ajaran Islam; peny.).
Menggunakan mereka sebagai dosen dan intelektual (serta sebagai
pengambil
keputusan, tokoh masyarakat, dll.; peny.) yang membawa misi
(Kristen/Yahudi/Israel dalam rangka menghancurkan Islam; peny.) adalah
sangat menguntungkan terhadap tujuan kita (Kristen/Yahudi/Israel;peny.)
dengan dalih memajukan (membantu, bersahabat, dll.; peny.) Islam dan
orang-orang Islam." 
 
 
(Catatan: semua orang-orang Islam, tokoh-tokoh Islam, ilmuwan-ilmuwan
Islam,
pedagang-pedagang Islam, bankir-bankir Islam, anak-anak Islam, suami-
suami
Islam, isteri-isteri Islam, dll. yang murni, yang sejati, yang dengan
sungguh-sungguh berjuang menegakkan kebenaran Allaah S. W. T.. di segala
bidang kehidupan ini, yang pasti bertentangan kepentingan dengan
Kristen/Yahudi/Israel, dibantai habis-habisan dengan mempergunakan
segala
cara yang mungkin dilakukan oleh mereka, termasuk mempergunakan
tangan-tangan orang-orang Islam sendiri yang lemah imannya atau anak-
anak
kecil atau perempuan-perempuan atau orang-orang lemah atau semua orang
yang
dapat terhasut untuk membela kepentingan Kristen/Yahudi/Israel; peny.) .
 
 
 
12. Pernyataan Paus Innocent III bahwa Islam adalah agama "Anti Christ"
pada
tahun 1050 M , yang bunyinya adalah bahwa agama Islam adalah agama
Bid'ah
dari Kristen/Yahudi/Israel, sehingga disusun rencana dan strategi
penghancuran dan penghapusan Islam di seluruh dunia, yang mana
sedemikian
canggih dan halusnya sehingga sebagian besar umat Islam yang lemah ilmu
dan
lemah iman ikut-ikutan menjalankan strategi dan rencana tersebut, bahkan
sampai-sampai, ulama tingkat tinggi banyak juga yang terpengaruh ikut-
ikutan menjalankan strategi dan rencana tersebut. 
 
 
13. "Kepala pastor dalam konperensi pastor, Samuel Zwemer berkata:
"Sebenarnya kami mengutus dan membebankan anda sekalian ke negara-
negara
Muhammadiyah (Islam), bukan dengan tujuan untuk mengkristenkan mereka,
karena hal itu adalah suatu kehormatan. Mereka tidak pantas untuk
menerimanya. Sebenarnya tugas kalian adalah mengeluarkan orang-orang
Muslim
dari agamanya, agar mereka menjadi mahluk yang putus hubungannya dengan
Allaah S. W. T.. Dengan demikian terputus pula ciri (akhlaq) Islam dari
dirinya, yang menjadi sendi dan fondasi dasar dalam kehidupannya. Dengan
jerih payah kalian itu, kalian telah menjadi pelopor kemenangan dalam
penjajahan dalam negara-negara Islam. Kalian telah berhasil mencuci otak
mereka sehingga mereka mau menerima dan menjalankan segala rencana dan
siasat kita untuk mengeluarkan mereka dari Islam. Kami menginginkan
kalian
berhasil membuat generasi penerus mereka menjadi generasi santai yang
suka
membuang waktu dan bermalas-malasan. Memburu hawa nafsu dengan berbagai
cara, sehingga hawa nafsu itu merupakan tujuan utama kehidupannya, dan
mempertuhankan hawa nafsunya, dan kalau mereka menduduki jabatan
penting,
juga untuk kepentingan hawa nafsunya. Mereka korbankan segala-galanya
untuk
kepentingan hawa nafsu. 
 
 
Wahai para pastor! Laksanakan dan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh dan
sebaik-baiknya tugas yang telah diembankan kepada kalian, dan pasti
kalian
akan berhasil dengan gemilang". Demikianlah pernyataannya, yang
diwujudkan
dengan memupuk rasa kecewa,frustasi, pesimistis, dan putus asa terus
dipompakan. Mabuk-mabukan,diskotik, film porno dan sex bebas
dibudayakan,
sehingga generasi Islam terlena dan terhanyut sampai jauh dari cita-cita
semula yang luhur, hingga aqidah sebagai senjata ampuh yang terakhir
ditanggalkan satu demi persatu . 
 
 
14. Kardinal Simon (orang kedua setelah Paus di Vatikan),
menyatakan:"Andai
umat Islam itu bersatu padu di seluruh dunia, dan menyatukan seluruh
aspirasinya, saling bantu untuk melepaskan diri dari cengkeraman bangsa
Eropa (Kristen/Yahudi/Israel; peny.), lalu mereka berkiblat dan mematuhi
segala syariatnya (Islam, peny.), maka mereka akan mampu bangkit dan
mengalahkan kita (Kristen/Yahudi/Israel; peny.). Dan wajiblah bagi kita
(Kristen/Yahudi/Israel; peny.) untuk menyusun program demi memecah
belah,
menghalangi kebangkitan mereka (Islam; peny.). 
 
 
15. Eks PM Inggris, James Callaghan berkata dalam wawancara tentang
konperensi Qoud Lobby: "Sebenarnya di antara topik yang hendak
dibicarakan
ialah masalah Iran". Ditegaskan kemudian: "Masalah Iran itu mempunyai
akar
yang mendalam dan kuat, karena kita juga harus membicarakan masalah
Turki,
Pakistan dan Timur Tengah". Ditegaskan lagi: "Memang sulit bagi anda
untuk
memahami apa yang terjadi dalam masalah ini. namun saya sebagai seorang
Kristen yang murni, akan mengatakan kepadamu: "Di sana ada musuh
terbesar
yang harus kami musnahkan, sampai ke akar-akarnya. Dia senantiasa
menghalangi setiap rencana dan gagasan kami. Musuh kami itu adalah
Aqidah
(ajaran Islam; peny.), oleh sebab itulah dalam konperensi kali ini, kami
fokuskan pada masalah yang sangat vital itu" . 
 
 
16. Ben Gaurion seorang Kristen/Yahudi/Israel berkata: "Tidak ada yang
paling menakutkan saya selain kalau dunia Arab akan melahirkan seorang
Muhammad baru" . 
 
 

CINTA DALAM DIAM

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
 SALAM..buat shbt semua....ana rasa cerita ni amat menarik...
bacalah..sesuai buat semua,,




Pada suatu hari,Ali Bin Abi Talib teringin hendak melamar Fatimah, putri nabi Muhammad SAW,tapi kerana dia tidak mempunyai duit untuk membeli mahar, maka ia membatalkan niat itu. Ali segera berhijrah untuk bekerja dan mengumpulkan duit. Pada saat Ali sedang bekerja keras, ia mendengar khabar kalau Abu Bakar ternyata melamar Fatimah. Bagaimana agaknya perasaan Ali apabila wanita yang dia ingini dilamar oleh seseorang yang ilmu agamanya lebih hebat dari dia. Tapii Ali tetap bekerja dengan giat.



Lalu setelah beberapa lama Ali mendengar khabar kalau lamaran Abu Bakar kepada Fatimah ditolak. Ali terpegun dan sedikit bergembira lalu beliau berkata “waahhhh, ade can lagi nih...”. Setelah mendengar khabar itu, Ali bekerja lebih gigih lagi agar cepat mengumpulkan duit dan segera melamar Fatimah.


Tapi tak lama setelah itu, Ali mendengar khabar kalau Umar Bin Khatab melamar Fatimah. Sekali lagi Ali mendahulukan orang lain, bagaimana perasaannya? Tapi tak berapa lama Ali mendengar kalau lamaran Umar bin Khatab ditolak. Betapa senangnya Ali mendengar berita itu..hohoho...


Tapi tak lama kesenangan itu kembali pudar kerana terdengar khabar lagi, ternyata Usman bin Affan melamar Fatimah. Ini sudah yang ketiga kalinya, kata Ali “mungkin kali ini Fatimah menerimanya. Kalaulah Usman tidak melamar Fatimah secepat ini, InsyaAllah tidak lama lagi saya akan melamar Fatimah, tapi..ape nak buat... Dan sekali lagi, tidak berapa lama dari itu, khabarnya Fatimah menolak lamaran Usman bin Affan, betapa bahagianya Ali...hohoho...


Semangat Ali untuk melamar Fatimah pun berkobar lagi, dan semangat itu didukung oleh sahabat2 Ali. Kata sahabat nya “pergilah Ali, lamar Fatimah sekarang, tunggu apa lagi?? kamu kan sudah bekerja keras selama ini, kamu juga sudah mengumpulkan harta dan cukup untuk membeli mahar. tunggu apa lagi??? Tunggu yang ke4 kalinya??? baik pegi pinang Fatimah cepat!!!”


Dengan segera Ali memberanikan diri untuk menghadap ke Nabi Muhammad S.W.T dengan tujuan melamar Fatimah. Dan setelah di ejas2 sikit oleh Saidina Ali, maka lamarannya pun diterima....hohoho lagi...


Ternyata memang dari dulu Fatimah sudah ada itu feeling2 sama Ali dan menunggu Ali untuk melamarnya. Begitu juga dengan Ali, dari dulu dia juga dia dah ada feelingsss dengan Fatimah,. Tapi mereka berdua sabar menyembunyikan perasaan itu sampai saatnya ijab kabulkan. Bak kata mak saya, sabar itu separuh dari iman. Berkat kesabaran saidina Ali akhirnya terbayar jugak.


Cinta adalah fitrah yang tentu saja dimiliki oleh setiap orang, namun bagaimanakah membingkai perasaan tersebut agar bukan cinta yang menguasai kita tetapi diri kita yang mengendalikan cinta.


Dan inilah kisah dari Khalifah ke-4, Suami dari Putri kesayangan Rasulullah
tentang membingkai perasaan dan bertanggungjawab terhadap cinta tersebut, bukannya sekadar berjanji itu dan ini...


Ali pun menikahi Fatimah dengan menggadaikan baju besinya. Sahabat2 yang lain ingin menyumbangkan rumah kepada Saidina Ali, tapi Nabi cakap jangaannn,kena ganti balik sebab ianya hutang..


Saidina Ali ialah seorang gentleman yg sejati kerana mengorbankan cintanya kepada sahabat2 beliau. Dan akhirnya, beliau jugak yang dapat Fatimah.

"Laa fatan illa ‘Aliyyan!" Maksudnye...Tak ada pemuda kecuali Ali!

Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Apa yang Saidina Ali lakukan ialah beliau berani, sabar dan redha.Dan ternyata tak kurang juga dengan apa yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi,


Dalam suatu riwayat dikisahkan bahawa suatu hari (setelah mereka menikah) Fatimah berkata kepada Ali, “Maafkan syg, kerana sebelum menikah dengan abg, syg pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”

Ali terkejut dan berkata, “abih tu, naper syg nikah dengan abg jugak?? saper pemuda tuu??"

Sambil tersenyum Fatimah berkata, “abg la pemuda tu...hihihi...”
Satu lagi kisah tentang bagaimana Rasulullah mengajarkan Fatimah suatu ilmu yang dapat memelihara beliau serta memudahkan segala urusannya. "Puteriku, mahukah engkau ku ajarkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kau pinta itu?"

"Tentu sekali ya Rasulullah," jawab Siti Fatimah kegirangan.

Rasulullah s.a.w. bersabda, "Jibril telah mengajarku beberapa kalimah. Setiap kali selesai sembahyang, hendaklah membaca 'Subhanallah' sepuluh kali, 'Alhamdulillah' sepuluh kali dan 'Allahu Akbar' sepuluh kali. Kemudian ketika hendak tidur baca 'Subhanallah', 'Alhamdulillah' dan 'Allahu Akbar' ini sebanyak tiga puluh tiga kali."

Ternyata amalan itu telah memberi kesan kepada Siti Fatimah. Semua kerja rumah dapat dilaksanakan dengan mudah dan sempurna meskipun tanpa pembantu rumah.

Itulah hadiah istimewa dari Allah buat hamba-hamba yang hatinya sentiasa mengingatiNya.

"Jika kamu memelihara dirimu daripada sesuatu perkara yang haram kerana allah diatas wanita kesukaanmu kerana banyak bersabar , insyaAllah hanya dengan izin Allah akan menghalalkannya kepada mu atas kesabaranmu kerana Allah"

Friday, December 17, 2010

4 PERKARA YANG PENTING

1. 4 yang lebih baik dari 4

i. Rasa malu pada kaum lelaki adalah baik akan tetapi malu kepadakaum
wanita
adalah lebih baik.
ii. Sikap adil bagi setiap orang adalah baik, akan tetapi sikap adil
bagi
pemimpin adalah lebih baik.
iii. Taubat orang yang sudah tua adalah baik. Akan tetapi taubat orang
yang
masih muda adalah lebih baik.
iv. Mempunyai sifat dermawan bagi orang yang kaya adalah baik, akan
tetapi
dermawan bagi yang fakir adalah lebih baik.


2. Empat yang lebih buruk dari empat.


i. Dosa bagi yang yang masih muda adalah buruk, akan tetapi dosa bagi
sudah
tua lebih
buruk.
ii. Sibuk bagi orang bodoh dengan dunia adalah buruk, akan tetapi sibuk
seorang ulama
dengan dunia adalah lebih buruk.
v. Malas untuk melakukan ketaatan bagi semua orang adalah buruk, akan
tetapi
malas bagi
seorang ulama melakukan ketaatan adalah lebih buruk.
vi. Sombong bagi golongan yang kaya adalah buruk, akan tetapi sombong
bagi
golongan
yang miskin adalah lebih buruk.



3. Empat perkara yang akan menjadi sempurna kerana Empat perkara.


i. Sempurnanya solat dengan dua sujud sahwi,
ii. Sempurnanya puasa dengan zakat fitrah,
iii. Sempurnanya haji dengan fidyah dan
iv. Sempurnanya iman dan fisalbilillah.



4. Empat macam lautan

i. Lautan hawa adalah lautan dosa. Hawa adalah condong untuk berbuat
dosa.
ii. Lautan nafsu adalah lautan keinginan dan kelazatan. Nafsu adalah
condong
memenuhi
segala keinginan syahwat yang berakhir dengan kemaksiatan.
iii. Lautan maut adalah lautan umur. Maut adalah tempat berakhirnya
umur.
iv. Lautan kubur adalah lautan kesedihan. Kubur adalah satu tempat
kesedihan, disana
kita akan mengalami satu alam yang disebut alam barzakh sementara
menunggu hari kiamat

4 Golongan lelaki Ahli Neraka

Di hari akhirat, ada 4 golongan lelaki yang akan ditarik masuk ke
neraka
oleh wanita. Lelaki itu adalah mereka yang tidak memberikan hak kepada
wanita dan tidak menjaga amanah itu. Mereka ialah:

1. Ayahnya
Apabila seseorang yg bergelar ayah tidak memperdulikan anak-anak
perempuannya di dunia. dia tidak memberikan segala keperluan agama
seperti
mengajar solat, mengaji & sebagainya. Dia memperbiarkan anak-anak
perempuannya tidak menutup aurat. Tidak cukup kalau dengan hanya
memberi
kemewahan dunia sahaja maka dia akan ditarik ke neraka oleh anaknya.

2. Suaminya
Apabila sang suami tidak memperdulikan tindak tanduk isterinya. Bergaul
bebas di pejabat, memperhiaskan diri bukan untuk suami tapi untuk
pandangan
kaum lelaki yg bukan mahram apabila suami mendiam diri walaupun dia
seorang
alim seperti solat tidak bertangguh, puasa tidak tinggal maka dia akan
turut
ditarik oleh isterinya.

3. Abang-abangnya
Apabila ayahnya sudah tiada, tanggungjawab menjaga maruah wanita jatuh
ke
bahu abang-abangnya. Jikalau mereka hanya mementing keluarganya sahaja
dan
adik perempuannya dibiar melencong dari ajaran ISLAM, tunggulah tarikan
adiknya di akhirat kelak.

4. Anak Lelakinya
Apabila seorang anak tidak menasihati seorang ibu perihal kelakuan yg
haram
dari Islam, bila ibu membuat kemungkaran pengumpat, mengata &
sebagainya
maka anak itu akan disoal dan dipertangungjawabkan di akhirat kelak.
Nantikan tarikan ibunya ke neraka.

Maka kita lihat betapa hebatnya tarikan wanita bukan sahaja di dunia
malah
di akhirat pun tarikannya begitu hebat, maka kaum lelaki yang bergelar
ayah/suami/abang atau anak harus memainkan peranan mereka.

Firman ALLAH SWT:-
"HAI ANAK ADAM PERIHARALAH DIRI KAMU SERTA AHLIMU DARI API NERAKA DI
MANA
BAHAN PEMBAKARNYA IALAH MANUSIA,JIN DAN BATU-BATU..."

Harga seseorang muslim adalah sangat berharga. Allah swt nilaikan
seseorang
muslim dengan SYURGA, semua kaum muslim dijamin masuk syurga (sesiapa
yg
mengucap kalimah tauhid) dengan itu janganlah kita membuang atau tidak
mengendah janji dan peluang yg Allah swt berikan p

Thursday, November 11, 2010

10 KEBAIKAN COCA COLA??????????? :)

"Setiap hari selasa ngan rabu aku mesti minum air coke nie lepas training rugbi. Memang sedap air nie. Sedap giler! korunk pun mesti ade yg suke air nie. Sama ada korunk tau atau x, sebenarnya air coke nie ade 10 'kebaikan' yg x disangka-sangka. Aku dpt bende nie dari emel yg member aku bagi. Ape lagi!!

" Fakta seperti yang tersenarai dibawah adalah kajian santifik yang dibuat oleh ahli sains kesihatan/sosial di USA dan Britain serta laporan dari seluruh dunia mengenai minuman ringan Coke : Coca Cola.

Di dalam kebanyakan negeri di US , kereta peronda lebuhraya akan dimuatkan 2 gallon Coke untuk menghilangkan kesan darah di jalanraya apabila berlaku kemalangan. Cam pasukan SMART dan bomba kita tu, Harzadous Team. Cuba tanya Plus Ronda atau Polis Lebuhraya, adakah mereka guna? Anda di rumah diharap dapat mencuba kajian ini :

1. Masukkan tulang dalam satu mangkuk yang diisi Coke, ia akan hancur atau hilang sama sekali dalam masa 2 hari. Elok untuk yang berniaga sup tulang!

2. Untuk mencuci tandas : Masukkan setin air Coke dalam tandas dan biarkan selama 1 jam dan kemudian 'flush'. Kesan kotoran/hampas akan hilang dari tindakan 'citric asid' yang berada dalam Coke. Satu bahan gantian untuk mencuci kalau sabun dah habis! Rasa-rasa buat sabun badan boleh tak?

3. Untuk menghilangkan kesan karat dari bumper kereta jenis chrome : Lap bumper dengan aluminium foil yang dicelup dengan Coke. Kesannya karat hilang!

4. Untuk menghilangkan kesan 'corrosion' atau hakisan pada skru/nat bateri kereta : Tuang saja setin Coke pasti kesan hakisan hilang serta merta.

5. Untuk melonggarkan skru yang berkarat dan ketat : Sekali lagi tuang setin Coke, skru tersebut pasti longgar dan boleh dibuka.

6. Untuk menghilangkan kesan minyak/lekit dari pakaian : Tambahkan setin Coke dalam mesin basuh bersama sabun pencuci dan basuh macam biasa. Kesan minyak tu pasti hilang. Kemudian bolehlah minum air basuhan tadi berperisa coke.

7. Cermin kereta anda berdebu/kotor/ melekit ? Celup tuala dengan Coke dan lap.Pasti bersih. Tak payah guna tin sembur cuci cermin cam jual di Yawata tu kerana ianya amat mahal!

8. Bahan aktif Coke adalah phosphoric asid. Ia mempunyai pH 2.8. Ia boleh meleburkan sebatang paku dalam masa 4 hari. Kilang Perwaja/besi mesti suka ni!
Asid tersebut juga menghakis kekuatan tulang belakang dan tulang lain dalam badan yang merupakan punca utama kearah penyakit osteoporosis.
Sila lihat lori yang membawa air sirap Coke dalam lori tangki,[ bukan lori yang bawa Coke siap dalam botol/tin] pasti dilengkapi dengan tanda amaran "Bahan Kimia Bahaya" atau"Bahan Penghakis : bahaya". Lori tangki itu juga diselaputi bahan penghakis hakisan untuk mengelak lori tu dihakis. . Tolong jangan letak/parking kereta berhampiran lori tangki yang ada tanda amaran tu, silap-silap tengah bawak kereta, putus 2 sebab hakisan/karat.


9. Para pengedar minuman Coke telah menggunakannya untuk mencuci bahagian enjin lori/trak mereka sejak 20 tahun. Wahh...mesti buat overhaul ni!

10. Kandungan gulanya 18 sudu cawan teh satu tin Coke. Cuba try bancuh kopi/teh dengan 18 sudu gula tu kat rumah dan minum mesti termuntah

Kenapa Orang Yahudi Tak Minum Coke dan Pepsi

Disampaikan oleh seorang sahabat.....Assalamualaikum kengkawan... last weekend, ada ustazah usrah kami beritahu... masa dia belajar kat. mesir dulu, dia punya lecturer ada cerita... dulu ada sorang mamat yahudi ni datang egypt to study the muslims' lifestyle kat sana setelah serangan secara fizikal ke atas umat Islam tak berjaya. dianak carik jalan untuk serang cara lain. tapi Alhamdulillah, dia telah diberi hidayah semasa dia dok study umat Islam kat mesir tu. dia beritahu lecturer ustazah ni, one of the things the jews do untuk hapuskan keturunan umat Islam is to produce coca cola & pepsi yang di  dalamnya ada chemical to retard the reproduction organs for both men &  women. menurut mamat tu, kat israel tak ada jual coke & pepsi sbb diorg tahu apa kandungan kat dalamnya and since jew is agama  keturunan, diorg tak nak le mandul! kalau korang pernah terima  forwarded email pasal bertapa 
cidicnya coke tu sampai boleh dissolve tulang & gigi (calcium containing compounds) and boleh buat cuci
toilet! and for ladies, kalau minum coke boleh cause menstruation if you're a wee bit late. so kalau minum banyak & atthat time baru lekat  zuriat, ada chances keguguran le, kan ? Therefore, untuk kemakmuran umat Islam & untuk kesihatan & untuk tak support jewish companies,

Masih tidak pasti kesahihan artikel ini, namun jika ia benar bayangkan apabila ia masuk kedalam perut kita, bertambah sihatkah kita.. jika tidak benar pun lebih baik menjauhi, bukan kerana kesihatan sahaja malah untuk agama kita..

http://www.facebook.com/note.php?note_id=154437684597884&id=100000224921874

Thursday, November 4, 2010

kisah seorang insan ketika berada dimadinah



> > Subject: Dunia.
 


> >
> > Kisah ini berlaku sewaktu aku di Madinah. Suatu hari aku berjalan
> melalui
> > pasar pada suatu petang bila, sebaik saja muazzin melaungkan azan,
> > pandanganku jatuh pada belakang seorang wanita. Wanita itu ganjil
> > cantiknya,
> > walaupun berbaju abaya penuh hitam, purdah merentang kepala dan
> wajahnya,
> > wanita itu berpaling kepadaku seolah-olah tahu bahawa aku merenungnya,
> dan
> > wanita itu memberikanku anggukan kecil tapi bermakna sebelum wanita itu
> > berpusing di satu sudut menuju ke lorong penjual sutera.
> >
> > Bagaikan terkena panahan halilintar, aku serta-merta tertarik, hatiku
> > terpukau dengan pandangan wanita itu. Dalam kepayahan aku berdebat
> dengan
> > hatiku, memberikan satu alasan demi satu alasan untuk meneruskan
> langkahku
> > ke masjid -bukan kah masanya telah tiba untuk solat?- tapi perdebatan
> itu
> > telah tamat: tiada apa yang boleh dilakukan tapi mengikut wanita
> tersebut.
> >
> > Aku bergegas mengejar wanita itu, nafasku pantas mengah, wanita itu
> tanpa
> > disangka mempercepatkan langkahnya, dan sekarang pun telah berada jauh
> > beberapa kedai di hadapan. Dia memaling wajahnya seketika padaku, terasa
> > kudapat melihat cahaya senyuman nakal wanita itu dibalik purdah hitam
> > rayonnya, sambil wanita itu -adakah ini khayalanku saja?- melambaiku
> lagi.
> >
> > Kasihan aku pada diriku ketika itu. Akalku seolah hilang. Siapakah
> wanita
> > itu? Anak perempuan satu keluarga kaya? Apa dimahunya? Aku memantaskan
> > langkahku dan memasuki lorong dimana wanita itu dilihatku masuk. Dan
> > seterusnya wanita itu mengimbau aku, senantiasa dihadapan, masih tidak
> > dapat
> > dikejar, semakin jauh dan jauh dari mana kami mula-mula bersua.
> >
> > Perasaanku tambah membuak. Adakah wanita itu orang gila? Semakin panjang
> > wanita itu berjalan, ke penghujung sempadan bandar itu benar-benar.
> >
> > Mentari turun dan tenggelam, dan wanita tersebut masih berada jauh di
> > hadapanku. Sekarang, kami berada di tempat yang tidak disangka, sebuah
> > perkuburan lama. Kalaulah aku siuman seperti biasa, pasti aku kan merasa
> > gementar, tapi aku terfikir, tempat yang lebih ganjil dari ini biasa
> > dijadikan tempat pasangan kekasih memadu asmara.
> >
> > Dalam 60 langkah di antara kami aku melihat wanita itu memandang ke
> > arahku,
> > menunjuk arah, kemudian turun ke tangga dan melalui pintu bangunan
> sebuah
> > kubur tua. Kalaulah aku tidak diamuk senyuman wanita itu tadi, pasti aku
> > berhenti sebentar dan memegun masa, tapi sekarang tiada guna berpaling
> > arah,
> > aku menuruni tangga tersebut dan mengekori wanita itu ke dalam bangunan
> > kubur itu.
> >
> > Di dalam bilik bangunan kubur itu, kudapati wanita itu duduk di atas
> > ranjang
> > yang mewah, berpakaian serba hitam masih berpurdah, bersandar pada
> bantal
> > yang diletak pada dinding, diterangi cahaya lilin pada dinding
> > bilik itu. Di sebelah ranjang itu, aku terpandang sebuah lubang perigi.
> >
> > "Kuncikan pintu itu," kata wanita itu, dengan suara yang halus gemersik
> > seumpama berbisik, "dan bawakan kuncinya."
> > Aku akur.
> > "Buangkan kunci itu ke dalam perigi itu," kata wanita itu
> > Aku tergamam sebentar, kalaulah ada saksi di situ, pasti saksi itu dapat
> > melihat gamamku.
> >
> > "Pergilah buangkan," ujar wanita itu sambil ketawa, "tadi kau tidak
> > berfikir
> > panjang untuk meninggalkan solatmu untuk mengekoriku kemari?" Tempelak
> > wanita itu lagi.
> >
> > Aku diam.
> >
> > "Waktu maghrib sudah hampir selesai," kata wanita itu bernada sedikit
> > menyindir. "Apa kau risaukan? Pergilah buangkan kunci itu, kau mahu aku
> > memuaskan nafsumu, bukan?"
> >
> > Aku terus membuang kunci pintu tersebut ke dalam perigi, dan
> memerhatikan
> > kunci itu jatuh. Perutku itu terasa bersimpul bila kunci itu tiada
> > berbunyi
> > jatuhnya ke dalam lantai perigi. Aku berasa kagum, kemudian takut,
> > kemudian
> > memahaminya.
> >
> > "Tiba masanya untuk melihat aku," kata wanita tersebut, dan dia
> mengangkat
> > purdahnya untuk mendedahkan bukan wajah segar seorang gadis remaja, tapi
> > kehodohan wajah yang mengerikan, jijik, hitam dan keji, tanpa satu zarah
> > cahaya kelihatan pada alur kedut ketuaannya.
> >
> > "Pandang aku sungguh-sungguh," kata wanita itu lagi. "Namaku Dunia. Aku
> > kekasihmu. Kau habiskan masamu mengejarku, sekarang kau telah
> mendapatiku.
> > Di dalam kuburmu. Mari. Mari."
> >
> > Kemudian wanita itu ketawa dan ketawa, sehingga dia hancur menjadi debu,
> > lilin itu padam satu demi satu, dan kegelapan menyelubungi suasana.
 

Wednesday, November 3, 2010

Kesatla air matamu wahai wanita



"Apabila hati terikat dengan Allah, kembalilah wanita dengan asal fitrah kejadiannya, menyejukkan hati dan menjadi perhiasan kepada dunia - si gadis dengan sifat sopan dan malu, anak yang taat kepada ibu bapa, isteri yang
menyerahkan kasih sayang, kesetiaan dan ketaatan hanya pada suami."

Bait-bait kata itu aku tatapi dalam-dalam. Penuh penghayatan. Kata-kata yang dinukilkan dalam sebuah majalah yang ku baca. Alangkah indahnya jika aku bisa menjadi perhiasan dunia seperti yang dikatakan itu. Ku bulatkan tekad di hatiku. Aku ingin menjadi seorang gadis yang sopan, anak yang taat kepada ibu bapaku dan aku jua ingin menjadi seorang isteri yang menyerahkan kasih
sayang, kesetiaan dan ketaatan hanya untuk suami, kerana Allah.

Menjadi seorang isteri....kepada insan yang disayangi idaman setiap wanita. Alhamdulillah, kesyukuran aku panjatkan ke hadrat Ilahi atas nikmat yang dikurniakan kepadaku.

Baru petang tadi. Aku sah menjadi seorang isteri setelah mengikat tali pertunangan 6 bulan yang lalu. Suamiku, Muhammad Harris, alhamdulillah menepati ciri-ciri seorang muslim yang baik. Aku berazam untuk menjadi isteri yang sebaik mungkin kepadanya.

"Assalamualaikum," satu suara menyapa pendengaranku membuatkan aku gugup seketika.

"Waalaikumusalam," jawabku sepatah. Serentak dengan itu, ku lontarkan satu senyuman paling ikhlas dan paling manis untuk suamiku. Dengan perlahan dia melangkah menghampiriku.

"Ain buat apa dalam bilik ni ? Puas abang cari Ain dekat luar tadi. Rupanya kat sini buah hati abang ni bersembunyi. `'

Aku tersenyum mendengar bicaranya. Terasa panas pipiku ini. Inilah kali pertama aku mendengar ucapan `abang' dari bibirnya.

Dan itulah juga pertama kali dia membahasakan diriku ini sebagai `buah hati' nya. Aku sungguh senang mendengar ucapan itu. Perlahan-lahan ku dongakkan wajahku dan aku memberanikan diri menatap pandangan matanya.

Betapa murninya sinaran cinta yang terpancar dari matanya, betapa indahnya senyumannya, dan betapa bermaknanya renungannya itu. Aku tenggelam dalam renungannya, seolah-olah hanya kami berdua di dunia ini.

Seketika aku tersedar kembali ke alam nyata. "Ain baru saja masuk. Nak mandi. Lagipun dah masuk Maghrib kan ? `' ujarku.

`' Ha'ah dah maghrib. Ain mandi dulu. Nanti abang mandi dan kita solat Maghrib sama-sama ye ? `'Dia tersenyum lagi. Senyum yang menggugah hati kewanitaanku. Alangkah beruntungnya aku memilikimu, suamiku.

Selesai solat Maghrib dan berdoa, dia berpusing mengadapku. Dengan penuh kasih, ku salami dan ku cium tangannya, lama.

Aku ingin dia tahu betapa dalam kasih ini hanya untuknya. Dan aku dapat merasai tangannya yang gagah itu mengusap kepalaku dengan lembut. Dengan perlahan aku menatap wajahnya.

"Abang....." aku terdiam seketika. Terasa segan menyebut kalimah itu di hadapannya. Tangan kami masih lagi saling berpautan. Seakan tidak mahu dilepaskan. Erat terasa genggamannya.

"Ya sayang..." Ahhh....bicaranya biarpun satu kalimah, amat menyentuh perasaanku.
"Abang... terima kasih atas kesudian abang memilih Ain sebagai isteri biarpun banyak kelemahan Ain. Ain insan yang lemah, masih perlu banyak tunjuk ajar dari abang. Ain harap abang sudi pandu Ain. Sama-sama kita melangkah hidup
baru, menuju keredhaan Allah." Tutur bicaraku ku susun satu persatu.

"Ain, sepatutnya abang yang harus berterima kasih kerana Ain sudi terima abang dalam hidup Ain. Abang sayangkan Ain. Abang juga makhluk yang lemah, banyak kekurangan. Abang harap Ain boleh terima abang seadanya. Kita sama-sama lalui hidup baru demi redhaNya."

`'Insya Allah abang....Ain sayangkan abang. `'

`'Abang juga sayangkan Ain. Sayang sepenuh hati abang.''

Dengan telekung yang masih tersarung. Aku tenggelam dalam pelukan suamiku.

Hari-hari yang mendatang aku lalui dengan penuh kesyukuran. Suamiku, ternyata seorang yang cukup penyayang dan penyabar. Sebagai wanita aku tidak dapat lari daripada rajuk dan tangis.

Setiap kali aku merajuk apabila dia pulang lewat, dia dengan penuh mesra memujukku, membelaiku. Membuatku rasa bersalah. Tak wajar ku sambut kepulangannya dengan wajah yang mencuka dan dengan tangisan.

Bukankah aku ingin menjadi perhiasan yang menyejukkan hati suami? Sedangkan Khadijah dulu juga selalu ditinggalkan Rasulullah untuk berkhalwat di Gua Hira'.

Lalu, ku cium tangannya, ku pohon ampun dan maaf. Ku hadiahkan senyuman untuknya. Katanya senyumku bila aku lepas menangis, cantik! Ahhh....dia pandai mengambil hatiku. Aku semakin sayang padanya. Nampaknya hatiku
masih belum sepenuhnya terikat dengan Allah. Lantaran itulah aku masih belum mampu menyerahkan seluruh kasih sayang, kesetiaan dan ketaatan hanya untuk suami.

`' Isteri yang paling baik ialah apabila kamu memandangnya, kamu merasa senang, apabila kamu menyuruh, dia taat dan apabila kamu berpergian, dia menjaga maruahnya dan hartamu .`'

Aku teringat akan potongan hadis itu. Aku ingin merebut gelaran isteri solehah. Aku ingin segala yang menyenangkan buat suamiku. Tuturku ku lapis dengan sebaik mungkin agar tidak tercalar hatinya dengan perkataanku. Ku hiaskan wajahku hanya untuk tatapannya semata-mata.

Makan minumnya ku jaga dengan sempurna. Biarpun aku jua sibuk lantaran aku juga berkerjaya. Pernah sekali. Aku mengalirkan air mata lantaran aku terlalu penat menguruskan rumah tangga apabila kembali dari kerja.
Segalanya perlu aku uruskan. Aku terasa seperti dia tidak memahami kepenatanku sedangkan kami sama-sama memerah keringat mencari rezeki.

Namun. Aku teringat akan kisah Siti Fatimah, puteri Rasulullah yang menangis kerana terlalu penat menguruskan rumah tangga.

Aku teringat akan besarnya pahala seorang isteri yang menyiapkan segala keperluan suaminya. Hatiku menjadi sejuk sendiri.

Ya Allah. Aku lakukan segala ini ikhlas keranaMu. Aku ingin mengejar redha suamiku demi untuk mengejar redhaMu. Berilah aku kekuatan, Ya Allah.

" Ain baik, cantik. Abang sayang Ain.`' Ungkapan itu tidak lekang dari bibirnya. Membuatkan aku terasa benar-benar dihargai. Tidak sia-sia pengorbananku selama ini. Betapa bahagianya menjadi isteri yang solehah.

Kehidupan yang ku lalui benar-benar bermakna, apatah lagi dengan kehadiran 2 orang putera dan seorang puteri. Kehadiran mereka melengkapkan kebahagiaanku.

Kami gembira dan bersyukur kepada Allah atas nikmat yang dikurniakan kepada kami.

Namun, pada suatu hari. Aku telah dikejutkan dengan permintaannya yang tidak terduga.

"Ain.....abang ada sesuatu nak cakap dengan Ain."

"Apa dia abang?" tanyaku kembali. Aku menatap wajahnya dengan penuh kasih. `' Ain isteri yang baik. Abang cukup bahagia dengan Ain. Abang bertuah punya Ain sebagai isteri," bicaranya terhenti setakat itu. Aku tersenyum. Namun
benakku dihinggap persoalan. Takkan hanya itu?

"Abang ada masalah ke?" Aku cuba meneka.

"Tidak Ain. Sebenarnya......," bicaranya terhenti lagi. Menambah kehairanan dan mencambahkan kerisauan di hatiku. Entah apa yang ingin diucapkannya.

"Ain......abang.....abang nak minta izin Ain......untuk berkahwin lagi," ujarnya perlahan namun sudah cukup untuk membuat aku tersentak. Seketika aku kehilangan kata.

"A.....Abang.....nak kahwin lagi?" aku seakan tidak percaya mendengar permintaannya itu. Ku sangka dia telah cukup bahagia dengannku. Aku sangka aku telah memberikan seluruh kegembiraan padanya. Aku sangka hatinya telah
dipenuhi dengan limpahan kasih sayangku seorang.

Rupanya aku silap. Kasihku masih kurang. Hatinya masih punya ruang untuk insan selain aku. Tanpa bicara, dia mengangguk. `' Dengan siapa abang ? `' Aku bertanya. Aku tidak tahu dari mana datang kekuatan untuk tidak mengalirkan air mata. Tapi....hatiku... hanya Allah yang tahu betapa azab dan pedih hati ini.

`' Faizah. Ain kenal dia, kan ? `'

Ya. Aku kenal dengan insan yang bernama Faizah itu. Juniorku di universiti. Rakan satu jemaah. Suamiku aktif dalam jemaah dan aku tahu Faizah juga aktif berjemaah.

Orangnya aku kenali baik budi pekerti, sopan tingkah laku, indah tutur kata dan ayu paras rupa. Tidakku sangka, dalam diam suamiku menaruh hati pada Faizah.

" A....Abang......Apa salah Ain abang?" nada suaraku mula bergetar. Aku cuba menahan air mataku daripada gugur. Aku menatap wajah Abang Harris sedalam-dalamnya. Aku cuba
mencari masih adakah cintanya untukku.

"Ain tak salah apa-apa sayang. Ain baik. Cukup baik. Abang sayang pada Ain."

"Tapi....Faizah. Abang juga sayang pada Faizah bermakna.....sayang abang tidak sepenuh hati untuk Ain lagi."

"Ain.....sayang abang pada Ain tidak berubah. Ain cinta pertama abang. Abang rasa ini jalan terbaik. Tugasan dalam jemaah memerlukan abang banyak berurusan dengan Faizah....Abang tak mahu wujud fitnah antara kami.

Lagipun....abang lelaki Ain. Abang berhak untuk
berkahwin lebih dari satu. `'

Bicara itu kurasakan amat tajam, mencalar hatiku. Merobek jiwa ragaku. Aku mengasihinya sepenuh hatiku. Ketaatanku padanya tidak pernah luntur. Kasih sayangku padanya tidak pernah pudar. Aku telah cuba memberikan layanan yang terbaik untuknya. Tapi inikah hadiahnya untukku?

Sesungguhnya aku tidak menolak hukum Tuhan. Aku tahu dia berhak. Namun, alangkah pedihnya hatiku ini mendengar ucapan itu terbit dari bibirnya. Bibir insan yang amat ku kasihi.

Malam itu, tidurku berendam air mata. Dalam kesayuan. Aku memandang wajah Abang Harris penuh kasih. Nyenyak sekali tidurnya.

Sesekali terdetik dalam hatiku, bagaimana dia mampu melelapkan mata semudah itu setelah hatiku ini digurisnya dengan sembilu.

Tidak fahamkah dia derita hati ini? Tak cukupkah selama ini pengorbananku untuknya? Alangkah peritnya menahan kepedihan ini. Alangkah pedihnya!

Selama seminggu. Aku menjadi pendiam apabila bersama dengannya. Bukan aku sengaja tetapi aku tidak mampu membohongi hatiku sendiri. Tugasku sebagai seorang isteri aku laksanakan sebaik mungkin, tapi aku merasakan segalanya tawar. Aku melaksanakannya tidak sepenuh hati.

Oh Tuhan.....ampuni daku. Aku sayang suamiku, tapi aku terluka dengan permintaannya itu.

Apabila bertembung dua kehendak, kehendak mana yang harus dituruti. Kehendak diri sendiri atau kehendak Dia ?

Pastinya kehendak Dia. Apa lagi yang aku ragukan? Pasti ada hikmah Allah yang tersembunyi di sebalik ujian yang Dia turunkan buatku ini. Aku berasa amat serba-salah berada
dalam keadaan demikian. Aku rindukan suasana yang dulu. Riang bergurau senda dengan suamiku. Kini. Aku hanya terhibur dengan keletah anak-anak.

Senyumku untuk Abang Harris telah tawar, tidak berperisa. Yang nyata. Aku tidak mampu bertentang mata dengannya lagi. Aku benar-benar terluka.

Namun, Abang Harris masih seperti dulu. Tidak jemu dia memelukku setelah pulang dari kerja walau sambutan hambar. Tidak jemu dia mencuri pandang merenung wajahku walau aku selalu melarikan pandangan dari anak matanya.

Tidak jemu ucapan kasihnya untukku. Aku keliru. Benar-benar keliru. Adakah Abang Harris benar-benar tidak berubah sayangnya padaku atau dia hanya sekadar ingin mengambil hatiku untuk membolehkan dia berkahwin lagi?

`Oh Tuhan...berilah aku petunjukMu.' Dalam kegelapan malam. Aku bangkit sujud menyembahNya, mohon petunjuk dariNya. Aku mengkoreksi kembali matlamat hidupku.

Untuk apa segala pengorbananku selama ini untuk
suamiku ? Untuk mengejar cintanya atau untuk
mengejar redha Allah ?

Ya Allah, seandainya ujian ini Engkau timpakan ke
atas ku untuk menguji keimananku. Aku rela Ya
Allah. Aku rela.

Biarlah... Bukan cinta manusia yang ku kejar. Aku hanya mengejar cinta Allah. Cinta manusia hanya pemangkin. Bukankah aku telah berazam. Aku inginkan segala yang menyenangkan buat suamiku?

Dengan hati yang tercalar seguris luka. Aku mengizinkan Abang Harris berkahwin lagi. Dan, demi untuk mendidik hati ini. Aku sendiri yang menyampaikan hasrat Abang Harris itu kepada Faizah.

Suamiku pada mulanya agak terkejut apabila aku
menawarkan diri untuk merisik Faizah.

"Ain?......Ain serius?"

"Ya abang. Ain sendiri akan cakap pada Faizah.
Ain lakukan ini semua atas kerelaan hati Ain
sendiri. Abang jangan risau...Ain jujur terhadap
abang. Ain tak akan khianati abang. Ain hanya
mahu lihat abang bahagia," ujarku dengan
senyuman tawar. Aku masih perlu masa untuk
mengubat luka ini. Dan inilah satu caranya. Ibarat
menyapu ubat luka. Pedih, tetapi cepat
sembuhnya.

Aku mengumpul kekuatan untuk menjemput
Faizah datang ke rumahku. Waktu itu, suamiku
tiada di rumah dan dia telah memberi keizinan
untuk menerima kedatangan Faizah. Faizah
dengan segala senang hati menerima undanganku.

Sememangnya aku bukanlah asing baginya.
Malah dia juga mesra dengan anak-anakku.

`' Izah......akak jemput Izah ke mari sebab ada hal
yang akak nak cakapkan, `' setelah aku merasakan cukup kuat. Aku memulakan bicara.

`' Apa dia, Kak Ain. Cakaplah, `' lembut nada suaranya.

"Abang Harris ada pernah cakap apa-apa pada Faizah?"

"Maksud Kak Ain, Ustaz Harris?" Ada nada kehairanan pada suaranya. Sememangnya kami memanggil rakan satu jemaah dengan panggilan Ustaz dan Uztazah. Aku hanya mengangguk.

" Pernah dia cakap dia sukakan Izah?"

"Sukakan Izah? Isyyy....tak mungkinlah Kak Ain. Izah kenal Ustaz Harris. Dia kan amat sayangkan akak. Takkanlah dia nak sukakan saya pula. Kenapa Kak Ain tanya macam tu? Kak Ain ada dengar cerita dari orang ke ni? `'

`' Tidak Izah. Tiada siapa yang membawa
cerita......." Aku terdiam seketika. "Izah, kalau
Kak Ain cakap dia sukakan Izah dan nak ambil
Izah jadi isterinya, Izah suka?" Dengan amat berat
hati. Aku tuturkan
kalimah itu.

" Kak Ain!" jelas riak kejutan terpapar di wajahnya.
`' Apa yang Kak Ain cakap ni ? Jangan bergurau
hal sebegini Kak Ain, `' kata Faizah seakan tidak
percaya. Mungkin kerana aku sendiri yang
menutur ayat itu. Isteri kepada Muhammad Harris
sendiri merisik calon isteri kedua suaminya.

"Tidak Izah. Akak tak bergurau......Izah sudi jadi
saudara Kak Ain?" ujarku lagi. Air mataku seolah
ingin mengalir tapi tetap aku tahan. Faizah
memandang tepat ke wajahku.

"Kak Ain. Soal ini bukan kecil Kak Ain. Kak Ain
pastikah yang......Ustaz Harris.....mahu...
melamar saya?"

Dari nada suaranya. Aku tahu Faizah jelas tidak
tahu apa-apa. Faizah gadis yang baik. Aku yakin
dia tidak pernah menduga suamiku akan membuat
permintaan seperti ini. Lantas. Aku menceritakan
kepada Faizah akan hasrat suamiku.

Demi untuk memudahkan urusan jemaah, untuk
mengelakkan fitnah. Faizah termenung mendengar
penjelasanku.

"Kak Ain.....saya tidak tahu bagaimana Kak Ain
boleh hadapi semuanya ini dengan tabah. Saya
kagum dengan semangat Kak Ain. Saya minta
maaf kak. Saya tak tahu ini akan berlaku. Saya
tak pernah menyangka saya menjadi punca hati
Kak Ain terluka," ujarnya sebak. Matanya ku lihat
berkaca-kaca.

"Izah...Kak Ain tahu kamu tak salah. Kak Ain juga
tak salahkan Abang
Harris. Mungkin dia fikir ini jalan terbaik. Dan akak
tahu, dia berhak dan mampu untuk
melaksanakannya. Mungkin ini ujian untuk
menguji keimanan Kak Ain."

"Kak...maafkan Izah." Dengan deraian air mata,
Faizah meraihku ke dalam elukannya. Aku juga
tidak mampu menahan sebak lagi. Air mataku
terhambur jua. Hati wanita. Biarpun bukan dia
yang menerima kepedihan ini, tetapi tersentuh jua
hatinya dengan kelukaan yang ku alami. Memang
hanya wanita yang memahami hati wanita yang
lain.

"Jadi...Izah setuju?" Soalku apabila tangisan kami
telah reda.

`' Kak Ain....ini semua kejutan buat Izah. Izah tak
tahu nak cakap. Izah tak mahu lukakan hati Kak
Ain."

"Soal Kak Ain....Izah jangan risau, hati Kak
Ain...Insya Allah tahulah akak mendidiknya. Yang
penting akak mahu Abang Harris bahagia. Dan
akak sebenarnya gembira kerana Faizah
pilihannya. Bukannya gadis lain yang akak tak
tahu hati budinya. Insya Allah Izah. Sepanjang
Kak Ain mengenali Abang Harris dan sepanjang
akak hidup sebumbung dengannya, dia seorang
yang baik, seorang suami yang soleh, penyayang
dan penyabar. Selama ini akak gembira dengan
dia. Dia seorang calon yang baik buat Izah. `'

"Akak.....Izah terharu dengan kebaikan hati akak.
Tapi bagi Izah masa dan Izah perlu tanya ibu bapa
Izah dulu."

"Seeloknya begitulah. Kalau Izah setuju, Kak Ain
akan cuba cakap pada ibu bapa Izah."

Pertemuan kami petang itu berakhir. Aku berasa
puas kerana telah menyampaikan hasrat suamiku.
`Ya Allah.....inilah pengorbananku untuk
membahagiakan suamiku. Aku lakukan ini hanya
semata-mata demi redhaMu.'

Pada mulanya, keluarga Faizah agak keberatan
untuk membenarkan Faizah menjadi isteri kedua
Abang Harris. Mereka khuatir Faizah akan terabai
dan bimbang jika dikata anak gadis mereka
merampas suami orang.

Namun. Aku yakinkan mereka akan kemampuan
suamiku. Alhamdulillah, keluarga Faizah juga
adalah keluarga yang menitikberatkan ajaran
agama. Akhirnya, majlis pertunangan antara
suamiku dan Faizah diadakan jua.

"Ain.....abang minta maaf sayang," ujar suamiku
pada suatu hari,
beberapa minggu sebelum tarikh pernikahannya
dengan Faizah.

"Kenapa?"

"Abang rasa serba salah. Abang tahu abang telah
lukakan hati Ain. Tapi....Ain sedikit pun tidak
marahkan abang. Ain terima segalanya demi untuk
abang. Abang terharu. Abang....malu dengan Ain."

"Abang....syurga seorang isteri itu terletak di
bawah tapak kaki suaminya. Redha abang pada
Ain Insya Allah, menjanjikan redha Allah pada Ain.
Itu yang Ain cari abang. Ain sayangkan abang. Ain
mahu abang gembira. Ain anggap ini semua ujian
Allah abang. `'

`' Ain....Insya Allah abang tak akan sia-siakan
pengorbanan Ain ini.
Abang bangga sayang. Abang bangga punya isteri
seperti Ain. Ain adalah cinta abang selamanya.
Abang cintakan Ain."

"Tapi...abang harus ingat. Tanggungjawab abang
akan jadi semakin berat. Abang ada dua amanah
yang perlu dijaga. Ain harap abang dapat
laksanakan tanggungjawab abang sebaik
mungkin."

"Insya Allah abang akan cuba berlaku seadilnya."
Dengan lembut dia mengucup dahiku. Masih
hangat seperti dulu. Aku tahu kasihnya padaku
tidak pernah luntur. Aku terasa air jernih yang
hangat mula membasahi pipiku. Cukuplah aku
tahu, dia masih sayangkan aku seperti dulu
walaupun masanya bersamaku nanti akan terbatas.

Pada hari pertama pernikahan mereka. Aku
menjadi lemah. Tidak bermaya. Aku tiada daya
untuk bergembira. Hari itu sememangnya amat
perit bagiku walau aku telah bersedia untuk
menghadapinya.

Malam pertama mereka disahkan sebagai suami
isteri adalah malam pertama aku ditinggalkan
sendirian menganyam sepi. Aku sungguh sedih.
Maha hebat gelora perasaan yang ku alami. Aku
tidak mampu lena walau sepicing pun. Hatiku
melayang terkenangkan Abang Harris dan Faizah.
Pasti mereka berdua bahagia menjadi pengantin
baru.

Bahagia melayari kehidupan bersama, sedangkan
aku ? Berendam air mata mengubat rasa kesepian
ini. Alhamdulillah. Aku punya anak-anak.
Merekalah teman
bermainku.

Seminggu selepas itu, barulah Abang Harris
pulang ke rumah. Aku memelukknya seakan tidak
mahu ku lepaskan. Seminggu berjauhan, terasa
seperti setahun. Alangkah rindunya hati ini. Sekali
lagi air mata ku rembeskan tanpa dapat ditahan.

`' Kenapa sayang abang menangis ni? Tak suka
abang balik ke?" ujarnya lembut.

"Ain rindu abang. Rindu sangat. `' Tangisku makin
menjadi-jadi. Aku mengeratkan pelukanku. Dan dia
juga membalas dengan penuh kehangatan.

`' Abang pun rindu Ain. Abang rindu senyuman
Ain. Boleh Ain senyum pada abang ? `' Lembut
tangannya memegang daguku dan mengangkat
wajahku.

`'Abang ada teman baru. Mungkinkah abang masih
rindu pada Ain ? `'Aku menduga keikhlasan
bicaranya.

`' Teman baru tidak mungkin sama dengan yang
lama. Kan abang dah kata, sayang abang pada
Ain masih seperti dulu. Tidak pernah berubah,
malah semakin sayang. Seminggu abang
berjauhan dari Ain, tentulah abang rindu. Rindu
pada senyuman Ain, suara Ain, masakan Ain,
sentuhan Ain. Semuanya itu tiada di tempat lain,
hanya pada Ain saja. Senyumlah sayang, untuk
abang. `'

Aku mengukir senyum penuh ikhlas. Aku yakin
dengan kata-katanya. Aku tahu sayangnya masih
utuh buatku.

Kini, genap sebulan Faizah menjadi maduku. Aku
melayannya seperti adik sendiri. Hubungan kami
yang dulunya baik bertambah mesra. Apa
tidaknya, kami berkongsi sesuatu yang amat
dekat di hati.

Dan, Faizah, menyedari dirinya adalah orang baru
dalam keluarga, sentiasa berlapang dada
menerima teguranku. Katanya. Aku lebih
mengenali Abang Harris dan dia tidak perlu
bersusah payah untuk cuba mengorek sendiri apa
yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh
Abang Harris. Aku, sebagai kakak, juga sentiasa
berpesan kepada Faizah supaya sentiasa
menghormati dan menjaga hati Abang Harris. Aku
bersyukur, Faizah tidak pernah mengongkong
suamiku. Giliran kami dihormatinya.

Walaupun kini masa untuk aku bersama dengan
suamiku terbatas, tetapi aku dapat merasakan
kebahagiaan yang semakin bertambah apabila
kami bersama. Benarlah, perpisahan sementara
menjadikan kami semakin rindu. Waktu bersama,
kami manfaatkan sebaiknya. Alhamdulillah,
suamiku tidak pernah mengabaikan aku dan
Faizah. Aku tidak merasa kurang daripada kasih
sayangnya malah aku merasakan sayangnya
padaku bertambah. Kepulangannya kini sentiasa
bersama sekurang-kurangnya sekuntum mawar
merah. Dia menjadi semakin penyayang, semakin
romantik. Aku rasa aku harus berterima kasih
pada Faizah kerana kata suamiku, Faizahlah yang
selalu mengingatkannya supaya jangan mensia-
akan kasih sayangku padanya.

Memang aku tidak dapat menafikan, adakalanya
aku digigit rindu apabila dia pulang untuk bersama-
sama dengan Faizah. Rindu itu. Aku ubati dengan
zikrullah. Aku gunakan kesempatan ketiadaannya
di rumah dengan menghabiskan masa bersama
Kekasih Yang Agung. Aku habiskan masaku
dengan mengalunkan ayat-ayatNya sebanyak
mungkin. Sedikit demi sedikit kesedihan yang ku
alami mula pudar. Ia diganti dengan rasa
ketenangan. Aku tenang beribadat kepadaNya.
Terasa diriku ini lebih hampir dengan Maha
Pencipta.

Soal anak-anak. Aku tidak mempunyai masalah
kerana sememangnya aku mempunyai pembantu
rumah setelah aku melahirkan anak kedua. Cuma,
sewaktu mula-mula dulu, mereka kerap juga
bertanya kemana abah mereka pergi, tak pulang
ke rumah. Aku terangkan secara baik dengan
mereka. Mereka punyai ibu baru. Makcik Faizah.
Abah perlu temankan Makcik Faizah seperti abah
temankan mama. Anak-anakku suka bila
mengetahui Faizah juga menjadi `ibu' mereka.
Kata mereka, Makcik Izah baik. Mereka suka ada
dua ibu. Lebih dari orang lain. Ahhh...anak-anak
kecil. Apa yang kita terapkan itulah yang mereka
terima. Aku tidak pernah menunjukkan riak
kesedihan bila mereka bertanya tentang Faizah.
Bagiku Faizah seperti adikku sendiri.

Kadang-kadang, bila memikirkan suamiku
menyayangi seorang perempuan lain selain aku,
memang aku rasa cemburu, rasa terluka. Aku
cemburu mengingatkan belaian kasihnya itu
dilimpahkan kepada orang lain. Aku terluka kerana
di hatinya ada orang lain yang menjadi penghuni.
Aisyah, isteri Rasulullah jua cemburukan Khadijah,
insan yang telah tiada. Inikan pula aku, manusia
biasa. Tapi..... ku kikis segala perasaan itu.
Cemburu itukan fitrah wanita, tanda sayangkan
suami.
Tetapi cemburu itu tidak harus dilayan. Kelak hati
sendiri yang merana. Bagiku, kasih dan redha
suami padaku itu yang penting, bukan kasihnya
pada orang lain. Selagi aku tahu, kasihnya masih
utuh buatku. Aku sudah cukup bahagia. Dan aku
yakin, ketaatan, kesetiaan dan kasih sayang yang
tidak berbelah bahagi kepadanya itulah kunci
kasihnya kepadaku. Aku ingin nafasku terhenti
dalam keadaan redhanya padaku, supaya nanti
Allah jua meredhai aku. Kerana sabda Rasulullah
s.a.w

"Mana-mana wanita (isteri) yang meninggal dunia
dalam keadaan suaminya meredhainya, maka ia
akan masuk ke dalam syurga." (Riwayat-Tirmizi, al-
Hakim dan Ibnu Majah).

Sungguh bukan mudah aku melalui semuanya itu.
Saban hari aku berperang dengan perasaan.
Perasaan sayang, luka, marah, geram, cemburu
semuanya bercampur aduk. Jiwaku sentiasa
berperang antara kewarasan akal dan emosi.
Pedih hatiku hanya Tuhan yang tahu.
KepadaNyalah aku pohon kek
Kesatla air matamu wahai wanita

"Apabila hati terikat dengan Allah, kembalilah wanita dengan asal fitrah kejadiannya, menyejukkan hati dan menjadi perhiasan kepada dunia - si gadis dengan sifat sopan dan malu, anak yang taat kepada ibu bapa, isteri yang
menyerahkan kasih sayang, kesetiaan dan ketaatan hanya pada suami."

Bait-bait kata itu aku tatapi dalam-dalam. Penuh penghayatan. Kata-kata yang dinukilkan dalam sebuah majalah yang ku baca. Alangkah indahnya jika aku bisa menjadi perhiasan dunia seperti yang dikatakan itu. Ku bulatkan tekad di hatiku. Aku ingin menjadi seorang gadis yang sopan, anak yang taat kepada ibu bapaku dan aku jua ingin menjadi seorang isteri yang menyerahkan kasih
sayang, kesetiaan dan ketaatan hanya untuk suami, kerana Allah.

Menjadi seorang isteri....kepada insan yang disayangi idaman setiap wanita. Alhamdulillah, kesyukuran aku panjatkan ke hadrat Ilahi atas nikmat yang dikurniakan kepadaku.

Baru petang tadi. Aku sah menjadi seorang isteri setelah mengikat tali pertunangan 6 bulan yang lalu. Suamiku, Muhammad Harris, alhamdulillah menepati ciri-ciri seorang muslim yang baik. Aku berazam untuk menjadi isteri yang sebaik mungkin kepadanya.

"Assalamualaikum," satu suara menyapa pendengaranku membuatkan aku gugup seketika.

"Waalaikumusalam," jawabku sepatah. Serentak dengan itu, ku lontarkan satu senyuman paling ikhlas dan paling manis untuk suamiku. Dengan perlahan dia melangkah menghampiriku.

"Ain buat apa dalam bilik ni ? Puas abang cari Ain dekat luar tadi. Rupanya kat sini buah hati abang ni bersembunyi. `'

Aku tersenyum mendengar bicaranya. Terasa panas pipiku ini. Inilah kali pertama aku mendengar ucapan `abang' dari bibirnya.

Dan itulah juga pertama kali dia membahasakan diriku ini sebagai `buah hati' nya. Aku sungguh senang mendengar ucapan itu. Perlahan-lahan ku dongakkan wajahku dan aku memberanikan diri menatap pandangan matanya.

Betapa murninya sinaran cinta yang terpancar dari matanya, betapa indahnya senyumannya, dan betapa bermaknanya renungannya itu. Aku tenggelam dalam renungannya, seolah-olah hanya kami berdua di dunia ini.

Seketika aku tersedar kembali ke alam nyata. "Ain baru saja masuk. Nak mandi. Lagipun dah masuk Maghrib kan ? `' ujarku.

`' Ha'ah dah maghrib. Ain mandi dulu. Nanti abang mandi dan kita solat Maghrib sama-sama ye ? `'Dia tersenyum lagi. Senyum yang menggugah hati kewanitaanku. Alangkah beruntungnya aku memilikimu, suamiku.

Selesai solat Maghrib dan berdoa, dia berpusing mengadapku. Dengan penuh kasih, ku salami dan ku cium tangannya, lama.

Aku ingin dia tahu betapa dalam kasih ini hanya untuknya. Dan aku dapat merasai tangannya yang gagah itu mengusap kepalaku dengan lembut. Dengan perlahan aku menatap wajahnya.

"Abang....." aku terdiam seketika. Terasa segan menyebut kalimah itu di hadapannya. Tangan kami masih lagi saling berpautan. Seakan tidak mahu dilepaskan. Erat terasa genggamannya.

"Ya sayang..." Ahhh....bicaranya biarpun satu kalimah, amat menyentuh perasaanku.
"Abang... terima kasih atas kesudian abang memilih Ain sebagai isteri biarpun banyak kelemahan Ain. Ain insan yang lemah, masih perlu banyak tunjuk ajar dari abang. Ain harap abang sudi pandu Ain. Sama-sama kita melangkah hidup
baru, menuju keredhaan Allah." Tutur bicaraku ku susun satu persatu.

"Ain, sepatutnya abang yang harus berterima kasih kerana Ain sudi terima abang dalam hidup Ain. Abang sayangkan Ain. Abang juga makhluk yang lemah, banyak kekurangan. Abang harap Ain boleh terima abang seadanya. Kita sama-sama lalui hidup baru demi redhaNya."

`'Insya Allah abang....Ain sayangkan abang. `'

`'Abang juga sayangkan Ain. Sayang sepenuh hati abang.''

Dengan telekung yang masih tersarung. Aku tenggelam dalam pelukan suamiku.

Hari-hari yang mendatang aku lalui dengan penuh kesyukuran. Suamiku, ternyata seorang yang cukup penyayang dan penyabar. Sebagai wanita aku tidak dapat lari daripada rajuk dan tangis.

Setiap kali aku merajuk apabila dia pulang lewat, dia dengan penuh mesra memujukku, membelaiku. Membuatku rasa bersalah. Tak wajar ku sambut kepulangannya dengan wajah yang mencuka dan dengan tangisan.

Bukankah aku ingin menjadi perhiasan yang menyejukkan hati suami? Sedangkan Khadijah dulu juga selalu ditinggalkan Rasulullah untuk berkhalwat di Gua Hira'.

Lalu, ku cium tangannya, ku pohon ampun dan maaf. Ku hadiahkan senyuman untuknya. Katanya senyumku bila aku lepas menangis, cantik! Ahhh....dia pandai mengambil hatiku. Aku semakin sayang padanya. Nampaknya hatiku
masih belum sepenuhnya terikat dengan Allah. Lantaran itulah aku masih belum mampu menyerahkan seluruh kasih sayang, kesetiaan dan ketaatan hanya untuk suami.

`' Isteri yang paling baik ialah apabila kamu memandangnya, kamu merasa senang, apabila kamu menyuruh, dia taat dan apabila kamu berpergian, dia menjaga maruahnya dan hartamu .`'

Aku teringat akan potongan hadis itu. Aku ingin merebut gelaran isteri solehah. Aku ingin segala yang menyenangkan buat suamiku. Tuturku ku lapis dengan sebaik mungkin agar tidak tercalar hatinya dengan perkataanku. Ku hiaskan wajahku hanya untuk tatapannya semata-mata.

Makan minumnya ku jaga dengan sempurna. Biarpun aku jua sibuk lantaran aku juga berkerjaya. Pernah sekali. Aku mengalirkan air mata lantaran aku terlalu penat menguruskan rumah tangga apabila kembali dari kerja.
Segalanya perlu aku uruskan. Aku terasa seperti dia tidak memahami kepenatanku sedangkan kami sama-sama memerah keringat mencari rezeki.

Namun. Aku teringat akan kisah Siti Fatimah, puteri Rasulullah yang menangis kerana terlalu penat menguruskan rumah tangga.

Aku teringat akan besarnya pahala seorang isteri yang menyiapkan segala keperluan suaminya. Hatiku menjadi sejuk sendiri.

Ya Allah. Aku lakukan segala ini ikhlas keranaMu. Aku ingin mengejar redha suamiku demi untuk mengejar redhaMu. Berilah aku kekuatan, Ya Allah.

" Ain baik, cantik. Abang sayang Ain.`' Ungkapan itu tidak lekang dari bibirnya. Membuatkan aku terasa benar-benar dihargai. Tidak sia-sia pengorbananku selama ini. Betapa bahagianya menjadi isteri yang solehah.

Kehidupan yang ku lalui benar-benar bermakna, apatah lagi dengan kehadiran 2 orang putera dan seorang puteri. Kehadiran mereka melengkapkan kebahagiaanku.

Kami gembira dan bersyukur kepada Allah atas nikmat yang dikurniakan kepada kami.

Namun, pada suatu hari. Aku telah dikejutkan dengan permintaannya yang tidak terduga.

"Ain.....abang ada sesuatu nak cakap dengan Ain."

"Apa dia abang?" tanyaku kembali. Aku menatap wajahnya dengan penuh kasih. `' Ain isteri yang baik. Abang cukup bahagia dengan Ain. Abang bertuah punya Ain sebagai isteri," bicaranya terhenti setakat itu. Aku tersenyum. Namun
benakku dihinggap persoalan. Takkan hanya itu?

"Abang ada masalah ke?" Aku cuba meneka.

"Tidak Ain. Sebenarnya......," bicaranya terhenti lagi. Menambah kehairanan dan mencambahkan kerisauan di hatiku. Entah apa yang ingin diucapkannya.

"Ain......abang.....abang nak minta izin Ain......untuk berkahwin lagi," ujarnya perlahan namun sudah cukup untuk membuat aku tersentak. Seketika aku kehilangan kata.

"A.....Abang.....nak kahwin lagi?" aku seakan tidak percaya mendengar permintaannya itu. Ku sangka dia telah cukup bahagia dengannku. Aku sangka aku telah memberikan seluruh kegembiraan padanya. Aku sangka hatinya telah
dipenuhi dengan limpahan kasih sayangku seorang.

Rupanya aku silap. Kasihku masih kurang. Hatinya masih punya ruang untuk insan selain aku. Tanpa bicara, dia mengangguk. `' Dengan siapa abang ? `' Aku bertanya. Aku tidak tahu dari mana datang kekuatan untuk tidak mengalirkan air mata. Tapi....hatiku... hanya Allah yang tahu betapa azab dan pedih hati ini.

`' Faizah. Ain kenal dia, kan ? `'

Ya. Aku kenal dengan insan yang bernama Faizah itu. Juniorku di universiti. Rakan satu jemaah. Suamiku aktif dalam jemaah dan aku tahu Faizah juga aktif berjemaah.

Orangnya aku kenali baik budi pekerti, sopan tingkah laku, indah tutur kata dan ayu paras rupa. Tidakku sangka, dalam diam suamiku menaruh hati pada Faizah.

" A....Abang......Apa salah Ain abang?" nada suaraku mula bergetar. Aku cuba menahan air mataku daripada gugur. Aku menatap wajah Abang Harris sedalam-dalamnya. Aku cuba
mencari masih adakah cintanya untukku.

"Ain tak salah apa-apa sayang. Ain baik. Cukup baik. Abang sayang pada Ain."

"Tapi....Faizah. Abang juga sayang pada Faizah bermakna.....sayang abang tidak sepenuh hati untuk Ain lagi."

"Ain.....sayang abang pada Ain tidak berubah. Ain cinta pertama abang. Abang rasa ini jalan terbaik. Tugasan dalam jemaah memerlukan abang banyak berurusan dengan Faizah....Abang tak mahu wujud fitnah antara kami.

Lagipun....abang lelaki Ain. Abang berhak untuk
berkahwin lebih dari satu. `'

Bicara itu kurasakan amat tajam, mencalar hatiku. Merobek jiwa ragaku. Aku mengasihinya sepenuh hatiku. Ketaatanku padanya tidak pernah luntur. Kasih sayangku padanya tidak pernah pudar. Aku telah cuba memberikan layanan yang terbaik untuknya. Tapi inikah hadiahnya untukku?

Sesungguhnya aku tidak menolak hukum Tuhan. Aku tahu dia berhak. Namun, alangkah pedihnya hatiku ini mendengar ucapan itu terbit dari bibirnya. Bibir insan yang amat ku kasihi.

Malam itu, tidurku berendam air mata. Dalam kesayuan. Aku memandang wajah Abang Harris penuh kasih. Nyenyak sekali tidurnya.

Sesekali terdetik dalam hatiku, bagaimana dia mampu melelapkan mata semudah itu setelah hatiku ini digurisnya dengan sembilu.

Tidak fahamkah dia derita hati ini? Tak cukupkah selama ini pengorbananku untuknya? Alangkah peritnya menahan kepedihan ini. Alangkah pedihnya!

Selama seminggu. Aku menjadi pendiam apabila bersama dengannya. Bukan aku sengaja tetapi aku tidak mampu membohongi hatiku sendiri. Tugasku sebagai seorang isteri aku laksanakan sebaik mungkin, tapi aku merasakan segalanya tawar. Aku melaksanakannya tidak sepenuh hati.

Oh Tuhan.....ampuni daku. Aku sayang suamiku, tapi aku terluka dengan permintaannya itu.

Apabila bertembung dua kehendak, kehendak mana yang harus dituruti. Kehendak diri sendiri atau kehendak Dia ?

Pastinya kehendak Dia. Apa lagi yang aku ragukan? Pasti ada hikmah Allah yang tersembunyi di sebalik ujian yang Dia turunkan buatku ini. Aku berasa amat serba-salah berada
dalam keadaan demikian. Aku rindukan suasana yang dulu. Riang bergurau senda dengan suamiku. Kini. Aku hanya terhibur dengan keletah anak-anak.

Senyumku untuk Abang Harris telah tawar, tidak berperisa. Yang nyata. Aku tidak mampu bertentang mata dengannya lagi. Aku benar-benar terluka.

Namun, Abang Harris masih seperti dulu. Tidak jemu dia memelukku setelah pulang dari kerja walau sambutan hambar. Tidak jemu dia mencuri pandang merenung wajahku walau aku selalu melarikan pandangan dari anak matanya.

Tidak jemu ucapan kasihnya untukku. Aku keliru. Benar-benar keliru. Adakah Abang Harris benar-benar tidak berubah sayangnya padaku atau dia hanya sekadar ingin mengambil hatiku untuk membolehkan dia berkahwin lagi?

`Oh Tuhan...berilah aku petunjukMu.' Dalam kegelapan malam. Aku bangkit sujud menyembahNya, mohon petunjuk dariNya. Aku mengkoreksi kembali matlamat hidupku.

Untuk apa segala pengorbananku selama ini untuk
suamiku ? Untuk mengejar cintanya atau untuk
mengejar redha Allah ?

Ya Allah, seandainya ujian ini Engkau timpakan ke
atas ku untuk menguji keimananku. Aku rela Ya
Allah. Aku rela.

Biarlah... Bukan cinta manusia yang ku kejar. Aku hanya mengejar cinta Allah. Cinta manusia hanya pemangkin. Bukankah aku telah berazam. Aku inginkan segala yang menyenangkan buat suamiku?

Dengan hati yang tercalar seguris luka. Aku mengizinkan Abang Harris berkahwin lagi. Dan, demi untuk mendidik hati ini. Aku sendiri yang menyampaikan hasrat Abang Harris itu kepada Faizah.

Suamiku pada mulanya agak terkejut apabila aku
menawarkan diri untuk merisik Faizah.

"Ain?......Ain serius?"

"Ya abang. Ain sendiri akan cakap pada Faizah.
Ain lakukan ini semua atas kerelaan hati Ain
sendiri. Abang jangan risau...Ain jujur terhadap
abang. Ain tak akan khianati abang. Ain hanya
mahu lihat abang bahagia," ujarku dengan
senyuman tawar. Aku masih perlu masa untuk
mengubat luka ini. Dan inilah satu caranya. Ibarat
menyapu ubat luka. Pedih, tetapi cepat
sembuhnya.

Aku mengumpul kekuatan untuk menjemput
Faizah datang ke rumahku. Waktu itu, suamiku
tiada di rumah dan dia telah memberi keizinan
untuk menerima kedatangan Faizah. Faizah
dengan segala senang hati menerima undanganku.

Sememangnya aku bukanlah asing baginya.
Malah dia juga mesra dengan anak-anakku.

`' Izah......akak jemput Izah ke mari sebab ada hal
yang akak nak cakapkan, `' setelah aku merasakan cukup kuat. Aku memulakan bicara.

`' Apa dia, Kak Ain. Cakaplah, `' lembut nada suaranya.

"Abang Harris ada pernah cakap apa-apa pada Faizah?"

"Maksud Kak Ain, Ustaz Harris?" Ada nada kehairanan pada suaranya. Sememangnya kami memanggil rakan satu jemaah dengan panggilan Ustaz dan Uztazah. Aku hanya mengangguk.

" Pernah dia cakap dia sukakan Izah?"

"Sukakan Izah? Isyyy....tak mungkinlah Kak Ain. Izah kenal Ustaz Harris. Dia kan amat sayangkan akak. Takkanlah dia nak sukakan saya pula. Kenapa Kak Ain tanya macam tu? Kak Ain ada dengar cerita dari orang ke ni? `'

`' Tidak Izah. Tiada siapa yang membawa
cerita......." Aku terdiam seketika. "Izah, kalau
Kak Ain cakap dia sukakan Izah dan nak ambil
Izah jadi isterinya, Izah suka?" Dengan amat berat
hati. Aku tuturkan
kalimah itu.

" Kak Ain!" jelas riak kejutan terpapar di wajahnya.
`' Apa yang Kak Ain cakap ni ? Jangan bergurau
hal sebegini Kak Ain, `' kata Faizah seakan tidak
percaya. Mungkin kerana aku sendiri yang
menutur ayat itu. Isteri kepada Muhammad Harris
sendiri merisik calon isteri kedua suaminya.

"Tidak Izah. Akak tak bergurau......Izah sudi jadi
saudara Kak Ain?" ujarku lagi. Air mataku seolah
ingin mengalir tapi tetap aku tahan. Faizah
memandang tepat ke wajahku.

"Kak Ain. Soal ini bukan kecil Kak Ain. Kak Ain
pastikah yang......Ustaz Harris.....mahu...
melamar saya?"

Dari nada suaranya. Aku tahu Faizah jelas tidak
tahu apa-apa. Faizah gadis yang baik. Aku yakin
dia tidak pernah menduga suamiku akan membuat
permintaan seperti ini. Lantas. Aku menceritakan
kepada Faizah akan hasrat suamiku.

Demi untuk memudahkan urusan jemaah, untuk
mengelakkan fitnah. Faizah termenung mendengar
penjelasanku.

"Kak Ain.....saya tidak tahu bagaimana Kak Ain
boleh hadapi semuanya ini dengan tabah. Saya
kagum dengan semangat Kak Ain. Saya minta
maaf kak. Saya tak tahu ini akan berlaku. Saya
tak pernah menyangka saya menjadi punca hati
Kak Ain terluka," ujarnya sebak. Matanya ku lihat
berkaca-kaca.

"Izah...Kak Ain tahu kamu tak salah. Kak Ain juga
tak salahkan Abang
Harris. Mungkin dia fikir ini jalan terbaik. Dan akak
tahu, dia berhak dan mampu untuk
melaksanakannya. Mungkin ini ujian untuk
menguji keimanan Kak Ain."

"Kak...maafkan Izah." Dengan deraian air mata,
Faizah meraihku ke dalam elukannya. Aku juga
tidak mampu menahan sebak lagi. Air mataku
terhambur jua. Hati wanita. Biarpun bukan dia
yang menerima kepedihan ini, tetapi tersentuh jua
hatinya dengan kelukaan yang ku alami. Memang
hanya wanita yang memahami hati wanita yang
lain.

"Jadi...Izah setuju?" Soalku apabila tangisan kami
telah reda.

`' Kak Ain....ini semua kejutan buat Izah. Izah tak
tahu nak cakap. Izah tak mahu lukakan hati Kak
Ain."

"Soal Kak Ain....Izah jangan risau, hati Kak
Ain...Insya Allah tahulah akak mendidiknya. Yang
penting akak mahu Abang Harris bahagia. Dan
akak sebenarnya gembira kerana Faizah
pilihannya. Bukannya gadis lain yang akak tak
tahu hati budinya. Insya Allah Izah. Sepanjang
Kak Ain mengenali Abang Harris dan sepanjang
akak hidup sebumbung dengannya, dia seorang
yang baik, seorang suami yang soleh, penyayang
dan penyabar. Selama ini akak gembira dengan
dia. Dia seorang calon yang baik buat Izah. `'

"Akak.....Izah terharu dengan kebaikan hati akak.
Tapi bagi Izah masa dan Izah perlu tanya ibu bapa
Izah dulu."

"Seeloknya begitulah. Kalau Izah setuju, Kak Ain
akan cuba cakap pada ibu bapa Izah."

Pertemuan kami petang itu berakhir. Aku berasa
puas kerana telah menyampaikan hasrat suamiku.
`Ya Allah.....inilah pengorbananku untuk
membahagiakan suamiku. Aku lakukan ini hanya
semata-mata demi redhaMu.'

Pada mulanya, keluarga Faizah agak keberatan
untuk membenarkan Faizah menjadi isteri kedua
Abang Harris. Mereka khuatir Faizah akan terabai
dan bimbang jika dikata anak gadis mereka
merampas suami orang.

Namun. Aku yakinkan mereka akan kemampuan
suamiku. Alhamdulillah, keluarga Faizah juga
adalah keluarga yang menitikberatkan ajaran
agama. Akhirnya, majlis pertunangan antara
suamiku dan Faizah diadakan jua.

"Ain.....abang minta maaf sayang," ujar suamiku
pada suatu hari,
beberapa minggu sebelum tarikh pernikahannya
dengan Faizah.

"Kenapa?"

"Abang rasa serba salah. Abang tahu abang telah
lukakan hati Ain. Tapi....Ain sedikit pun tidak
marahkan abang. Ain terima segalanya demi untuk
abang. Abang terharu. Abang....malu dengan Ain."

"Abang....syurga seorang isteri itu terletak di
bawah tapak kaki suaminya. Redha abang pada
Ain Insya Allah, menjanjikan redha Allah pada Ain.
Itu yang Ain cari abang. Ain sayangkan abang. Ain
mahu abang gembira. Ain anggap ini semua ujian
Allah abang. `'

`' Ain....Insya Allah abang tak akan sia-siakan
pengorbanan Ain ini.
Abang bangga sayang. Abang bangga punya isteri
seperti Ain. Ain adalah cinta abang selamanya.
Abang cintakan Ain."

"Tapi...abang harus ingat. Tanggungjawab abang
akan jadi semakin berat. Abang ada dua amanah
yang perlu dijaga. Ain harap abang dapat
laksanakan tanggungjawab abang sebaik
mungkin."

"Insya Allah abang akan cuba berlaku seadilnya."
Dengan lembut dia mengucup dahiku. Masih
hangat seperti dulu. Aku tahu kasihnya padaku
tidak pernah luntur. Aku terasa air jernih yang
hangat mula membasahi pipiku. Cukuplah aku
tahu, dia masih sayangkan aku seperti dulu
walaupun masanya bersamaku nanti akan terbatas.

Pada hari pertama pernikahan mereka. Aku
menjadi lemah. Tidak bermaya. Aku tiada daya
untuk bergembira. Hari itu sememangnya amat
perit bagiku walau aku telah bersedia untuk
menghadapinya.

Malam pertama mereka disahkan sebagai suami
isteri adalah malam pertama aku ditinggalkan
sendirian menganyam sepi. Aku sungguh sedih.
Maha hebat gelora perasaan yang ku alami. Aku
tidak mampu lena walau sepicing pun. Hatiku
melayang terkenangkan Abang Harris dan Faizah.
Pasti mereka berdua bahagia menjadi pengantin
baru.

Bahagia melayari kehidupan bersama, sedangkan
aku ? Berendam air mata mengubat rasa kesepian
ini. Alhamdulillah. Aku punya anak-anak.
Merekalah teman
bermainku.

Seminggu selepas itu, barulah Abang Harris
pulang ke rumah. Aku memelukknya seakan tidak
mahu ku lepaskan. Seminggu berjauhan, terasa
seperti setahun. Alangkah rindunya hati ini. Sekali
lagi air mata ku rembeskan tanpa dapat ditahan.

`' Kenapa sayang abang menangis ni? Tak suka
abang balik ke?" ujarnya lembut.

"Ain rindu abang. Rindu sangat. `' Tangisku makin
menjadi-jadi. Aku mengeratkan pelukanku. Dan dia
juga membalas dengan penuh kehangatan.

`' Abang pun rindu Ain. Abang rindu senyuman
Ain. Boleh Ain senyum pada abang ? `' Lembut
tangannya memegang daguku dan mengangkat
wajahku.

`'Abang ada teman baru. Mungkinkah abang masih
rindu pada Ain ? `'Aku menduga keikhlasan
bicaranya.

`' Teman baru tidak mungkin sama dengan yang
lama. Kan abang dah kata, sayang abang pada
Ain masih seperti dulu. Tidak pernah berubah,
malah semakin sayang. Seminggu abang
berjauhan dari Ain, tentulah abang rindu. Rindu
pada senyuman Ain, suara Ain, masakan Ain,
sentuhan Ain. Semuanya itu tiada di tempat lain,
hanya pada Ain saja. Senyumlah sayang, untuk
abang. `'

Aku mengukir senyum penuh ikhlas. Aku yakin
dengan kata-katanya. Aku tahu sayangnya masih
utuh buatku.

Kini, genap sebulan Faizah menjadi maduku. Aku
melayannya seperti adik sendiri. Hubungan kami
yang dulunya baik bertambah mesra. Apa
tidaknya, kami berkongsi sesuatu yang amat
dekat di hati.

Dan, Faizah, menyedari dirinya adalah orang baru
dalam keluarga, sentiasa berlapang dada
menerima teguranku. Katanya. Aku lebih
mengenali Abang Harris dan dia tidak perlu
bersusah payah untuk cuba mengorek sendiri apa
yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh
Abang Harris. Aku, sebagai kakak, juga sentiasa
berpesan kepada Faizah supaya sentiasa
menghormati dan menjaga hati Abang Harris. Aku
bersyukur, Faizah tidak pernah mengongkong
suamiku. Giliran kami dihormatinya.

Walaupun kini masa untuk aku bersama dengan
suamiku terbatas, tetapi aku dapat merasakan
kebahagiaan yang semakin bertambah apabila
kami bersama. Benarlah, perpisahan sementara
menjadikan kami semakin rindu. Waktu bersama,
kami manfaatkan sebaiknya. Alhamdulillah,
suamiku tidak pernah mengabaikan aku dan
Faizah. Aku tidak merasa kurang daripada kasih
sayangnya malah aku merasakan sayangnya
padaku bertambah. Kepulangannya kini sentiasa
bersama sekurang-kurangnya sekuntum mawar
merah. Dia menjadi semakin penyayang, semakin
romantik. Aku rasa aku harus berterima kasih
pada Faizah kerana kata suamiku, Faizahlah yang
selalu mengingatkannya supaya jangan mensia-
akan kasih sayangku padanya.

Memang aku tidak dapat menafikan, adakalanya
aku digigit rindu apabila dia pulang untuk bersama-
sama dengan Faizah. Rindu itu. Aku ubati dengan
zikrullah. Aku gunakan kesempatan ketiadaannya
di rumah dengan menghabiskan masa bersama
Kekasih Yang Agung. Aku habiskan masaku
dengan mengalunkan ayat-ayatNya sebanyak
mungkin. Sedikit demi sedikit kesedihan yang ku
alami mula pudar. Ia diganti dengan rasa
ketenangan. Aku tenang beribadat kepadaNya.
Terasa diriku ini lebih hampir dengan Maha
Pencipta.

Soal anak-anak. Aku tidak mempunyai masalah
kerana sememangnya aku mempunyai pembantu
rumah setelah aku melahirkan anak kedua. Cuma,
sewaktu mula-mula dulu, mereka kerap juga
bertanya kemana abah mereka pergi, tak pulang
ke rumah. Aku terangkan secara baik dengan
mereka. Mereka punyai ibu baru. Makcik Faizah.
Abah perlu temankan Makcik Faizah seperti abah
temankan mama. Anak-anakku suka bila
mengetahui Faizah juga menjadi `ibu' mereka.
Kata mereka, Makcik Izah baik. Mereka suka ada
dua ibu. Lebih dari orang lain. Ahhh...anak-anak
kecil. Apa yang kita terapkan itulah yang mereka
terima. Aku tidak pernah menunjukkan riak
kesedihan bila mereka bertanya tentang Faizah.
Bagiku Faizah seperti adikku sendiri.

Kadang-kadang, bila memikirkan suamiku
menyayangi seorang perempuan lain selain aku,
memang aku rasa cemburu, rasa terluka. Aku
cemburu mengingatkan belaian kasihnya itu
dilimpahkan kepada orang lain. Aku terluka kerana
di hatinya ada orang lain yang menjadi penghuni.
Aisyah, isteri Rasulullah jua cemburukan Khadijah,
insan yang telah tiada. Inikan pula aku, manusia
biasa. Tapi..... ku kikis segala perasaan itu.
Cemburu itukan fitrah wanita, tanda sayangkan
suami.
Tetapi cemburu itu tidak harus dilayan. Kelak hati
sendiri yang merana. Bagiku, kasih dan redha
suami padaku itu yang penting, bukan kasihnya
pada orang lain. Selagi aku tahu, kasihnya masih
utuh buatku. Aku sudah cukup bahagia. Dan aku
yakin, ketaatan, kesetiaan dan kasih sayang yang
tidak berbelah bahagi kepadanya itulah kunci
kasihnya kepadaku. Aku ingin nafasku terhenti
dalam keadaan redhanya padaku, supaya nanti
Allah jua meredhai aku. Kerana sabda Rasulullah
s.a.w

"Mana-mana wanita (isteri) yang meninggal dunia
dalam keadaan suaminya meredhainya, maka ia
akan masuk ke dalam syurga." (Riwayat-Tirmizi, al-
Hakim dan Ibnu Majah).

Sungguh bukan mudah aku melalui semuanya itu.
Saban hari aku berperang dengan perasaan.
Perasaan sayang, luka, marah, geram, cemburu
semuanya bercampur aduk. Jiwaku sentiasa
berperang antara kewarasan akal dan emosi.
Pedih hatiku hanya Tuhan yang tahu.
KepadaNyalah aku pohon kekuatan untuk
menempuhi segala kepedihan itu. KepadaNyalah
aku pinta kerahmatan dan kasih sayang, semoga
keresahan hati ini kan berkurangan.

Namun, jika aku punya pilihan, pastinya aku tidak
mahu bermadu. Kerana ia sesungguhnya
memeritkan. Perlukan ketabahan dan kesabaran.
Walau bagaimanapun. Aku amat bersyukur kerana
suamiku tidak pernah mengabaikan
tanggungjawabnya. Dan aku juga bersyukur
kerana menjadi intan terpilih untuk menerima ujian
ini.
uatan untuk
menempuhi segala kepedihan itu. KepadaNyalah
aku pinta kerahmatan dan kasih sayang, semoga
keresahan hati ini kan berkurangan.

Namun, jika aku punya pilihan, pastinya aku tidak
mahu bermadu. Kerana ia sesungguhnya
memeritkan. Perlukan ketabahan dan kesabaran.
Walau bagaimanapun. Aku amat bersyukur kerana
suamiku tidak pernah mengabaikan
tanggungjawabnya. Dan aku juga bersyukur
kerana menjadi intan terpilih untuk menerima ujian
ini.

"Apabila hati terikat dengan Allah, kembalilah wanita dengan asal fitrah kejadiannya, menyejukkan hati dan menjadi perhiasan kepada dunia - si gadis dengan sifat sopan dan malu, anak yang taat kepada ibu bapa, isteri yang
menyerahkan kasih sayang, kesetiaan dan ketaatan hanya pada suami."

Bait-bait kata itu aku tatapi dalam-dalam. Penuh penghayatan. Kata-kata yang dinukilkan dalam sebuah majalah yang ku baca. Alangkah indahnya jika aku bisa menjadi perhiasan dunia seperti yang dikatakan itu. Ku bulatkan tekad di hatiku. Aku ingin menjadi seorang gadis yang sopan, anak yang taat kepada ibu bapaku dan aku jua ingin menjadi seorang isteri yang menyerahkan kasih
sayang, kesetiaan dan ketaatan hanya untuk suami, kerana Allah.

Menjadi seorang isteri....kepada insan yang disayangi idaman setiap wanita. Alhamdulillah, kesyukuran aku panjatkan ke hadrat Ilahi atas nikmat yang dikurniakan kepadaku.

Baru petang tadi. Aku sah menjadi seorang isteri setelah mengikat tali pertunangan 6 bulan yang lalu. Suamiku, Muhammad Harris, alhamdulillah menepati ciri-ciri seorang muslim yang baik. Aku berazam untuk menjadi isteri yang sebaik mungkin kepadanya.

"Assalamualaikum," satu suara menyapa pendengaranku membuatkan aku gugup seketika.

"Waalaikumusalam," jawabku sepatah. Serentak dengan itu, ku lontarkan satu senyuman paling ikhlas dan paling manis untuk suamiku. Dengan perlahan dia melangkah menghampiriku.

"Ain buat apa dalam bilik ni ? Puas abang cari Ain dekat luar tadi. Rupanya kat sini buah hati abang ni bersembunyi. `'

Aku tersenyum mendengar bicaranya. Terasa panas pipiku ini. Inilah kali pertama aku mendengar ucapan `abang' dari bibirnya.

Dan itulah juga pertama kali dia membahasakan diriku ini sebagai `buah hati' nya. Aku sungguh senang mendengar ucapan itu. Perlahan-lahan ku dongakkan wajahku dan aku memberanikan diri menatap pandangan matanya.

Betapa murninya sinaran cinta yang terpancar dari matanya, betapa indahnya senyumannya, dan betapa bermaknanya renungannya itu. Aku tenggelam dalam renungannya, seolah-olah hanya kami berdua di dunia ini.

Seketika aku tersedar kembali ke alam nyata. "Ain baru saja masuk. Nak mandi. Lagipun dah masuk Maghrib kan ? `' ujarku.

`' Ha'ah dah maghrib. Ain mandi dulu. Nanti abang mandi dan kita solat Maghrib sama-sama ye ? `'Dia tersenyum lagi. Senyum yang menggugah hati kewanitaanku. Alangkah beruntungnya aku memilikimu, suamiku.

Selesai solat Maghrib dan berdoa, dia berpusing mengadapku. Dengan penuh kasih, ku salami dan ku cium tangannya, lama.

Aku ingin dia tahu betapa dalam kasih ini hanya untuknya. Dan aku dapat merasai tangannya yang gagah itu mengusap kepalaku dengan lembut. Dengan perlahan aku menatap wajahnya.

"Abang....." aku terdiam seketika. Terasa segan menyebut kalimah itu di hadapannya. Tangan kami masih lagi saling berpautan. Seakan tidak mahu dilepaskan. Erat terasa genggamannya.

"Ya sayang..." Ahhh....bicaranya biarpun satu kalimah, amat menyentuh perasaanku.
"Abang... terima kasih atas kesudian abang memilih Ain sebagai isteri biarpun banyak kelemahan Ain. Ain insan yang lemah, masih perlu banyak tunjuk ajar dari abang. Ain harap abang sudi pandu Ain. Sama-sama kita melangkah hidup
baru, menuju keredhaan Allah." Tutur bicaraku ku susun satu persatu.

"Ain, sepatutnya abang yang harus berterima kasih kerana Ain sudi terima abang dalam hidup Ain. Abang sayangkan Ain. Abang juga makhluk yang lemah, banyak kekurangan. Abang harap Ain boleh terima abang seadanya. Kita sama-sama lalui hidup baru demi redhaNya."

`'Insya Allah abang....Ain sayangkan abang. `'

`'Abang juga sayangkan Ain. Sayang sepenuh hati abang.''

Dengan telekung yang masih tersarung. Aku tenggelam dalam pelukan suamiku.

Hari-hari yang mendatang aku lalui dengan penuh kesyukuran. Suamiku, ternyata seorang yang cukup penyayang dan penyabar. Sebagai wanita aku tidak dapat lari daripada rajuk dan tangis.

Setiap kali aku merajuk apabila dia pulang lewat, dia dengan penuh mesra memujukku, membelaiku. Membuatku rasa bersalah. Tak wajar ku sambut kepulangannya dengan wajah yang mencuka dan dengan tangisan.

Bukankah aku ingin menjadi perhiasan yang menyejukkan hati suami? Sedangkan Khadijah dulu juga selalu ditinggalkan Rasulullah untuk berkhalwat di Gua Hira'.

Lalu, ku cium tangannya, ku pohon ampun dan maaf. Ku hadiahkan senyuman untuknya. Katanya senyumku bila aku lepas menangis, cantik! Ahhh....dia pandai mengambil hatiku. Aku semakin sayang padanya. Nampaknya hatiku
masih belum sepenuhnya terikat dengan Allah. Lantaran itulah aku masih belum mampu menyerahkan seluruh kasih sayang, kesetiaan dan ketaatan hanya untuk suami.

`' Isteri yang paling baik ialah apabila kamu memandangnya, kamu merasa senang, apabila kamu menyuruh, dia taat dan apabila kamu berpergian, dia menjaga maruahnya dan hartamu .`'

Aku teringat akan potongan hadis itu. Aku ingin merebut gelaran isteri solehah. Aku ingin segala yang menyenangkan buat suamiku. Tuturku ku lapis dengan sebaik mungkin agar tidak tercalar hatinya dengan perkataanku. Ku hiaskan wajahku hanya untuk tatapannya semata-mata.

Makan minumnya ku jaga dengan sempurna. Biarpun aku jua sibuk lantaran aku juga berkerjaya. Pernah sekali. Aku mengalirkan air mata lantaran aku terlalu penat menguruskan rumah tangga apabila kembali dari kerja.
Segalanya perlu aku uruskan. Aku terasa seperti dia tidak memahami kepenatanku sedangkan kami sama-sama memerah keringat mencari rezeki.

Namun. Aku teringat akan kisah Siti Fatimah, puteri Rasulullah yang menangis kerana terlalu penat menguruskan rumah tangga.

Aku teringat akan besarnya pahala seorang isteri yang menyiapkan segala keperluan suaminya. Hatiku menjadi sejuk sendiri.

Ya Allah. Aku lakukan segala ini ikhlas keranaMu. Aku ingin mengejar redha suamiku demi untuk mengejar redhaMu. Berilah aku kekuatan, Ya Allah.

" Ain baik, cantik. Abang sayang Ain.`' Ungkapan itu tidak lekang dari bibirnya. Membuatkan aku terasa benar-benar dihargai. Tidak sia-sia pengorbananku selama ini. Betapa bahagianya menjadi isteri yang solehah.

Kehidupan yang ku lalui benar-benar bermakna, apatah lagi dengan kehadiran 2 orang putera dan seorang puteri. Kehadiran mereka melengkapkan kebahagiaanku.

Kami gembira dan bersyukur kepada Allah atas nikmat yang dikurniakan kepada kami.

Namun, pada suatu hari. Aku telah dikejutkan dengan permintaannya yang tidak terduga.

"Ain.....abang ada sesuatu nak cakap dengan Ain."

"Apa dia abang?" tanyaku kembali. Aku menatap wajahnya dengan penuh kasih. `' Ain isteri yang baik. Abang cukup bahagia dengan Ain. Abang bertuah punya Ain sebagai isteri," bicaranya terhenti setakat itu. Aku tersenyum. Namun
benakku dihinggap persoalan. Takkan hanya itu?

"Abang ada masalah ke?" Aku cuba meneka.

"Tidak Ain. Sebenarnya......," bicaranya terhenti lagi. Menambah kehairanan dan mencambahkan kerisauan di hatiku. Entah apa yang ingin diucapkannya.

"Ain......abang.....abang nak minta izin Ain......untuk berkahwin lagi," ujarnya perlahan namun sudah cukup untuk membuat aku tersentak. Seketika aku kehilangan kata.

"A.....Abang.....nak kahwin lagi?" aku seakan tidak percaya mendengar permintaannya itu. Ku sangka dia telah cukup bahagia dengannku. Aku sangka aku telah memberikan seluruh kegembiraan padanya. Aku sangka hatinya telah
dipenuhi dengan limpahan kasih sayangku seorang.

Rupanya aku silap. Kasihku masih kurang. Hatinya masih punya ruang untuk insan selain aku. Tanpa bicara, dia mengangguk. `' Dengan siapa abang ? `' Aku bertanya. Aku tidak tahu dari mana datang kekuatan untuk tidak mengalirkan air mata. Tapi....hatiku... hanya Allah yang tahu betapa azab dan pedih hati ini.

`' Faizah. Ain kenal dia, kan ? `'

Ya. Aku kenal dengan insan yang bernama Faizah itu. Juniorku di universiti. Rakan satu jemaah. Suamiku aktif dalam jemaah dan aku tahu Faizah juga aktif berjemaah.

Orangnya aku kenali baik budi pekerti, sopan tingkah laku, indah tutur kata dan ayu paras rupa. Tidakku sangka, dalam diam suamiku menaruh hati pada Faizah.

" A....Abang......Apa salah Ain abang?" nada suaraku mula bergetar. Aku cuba menahan air mataku daripada gugur. Aku menatap wajah Abang Harris sedalam-dalamnya. Aku cuba
mencari masih adakah cintanya untukku.

"Ain tak salah apa-apa sayang. Ain baik. Cukup baik. Abang sayang pada Ain."

"Tapi....Faizah. Abang juga sayang pada Faizah bermakna.....sayang abang tidak sepenuh hati untuk Ain lagi."

"Ain.....sayang abang pada Ain tidak berubah. Ain cinta pertama abang. Abang rasa ini jalan terbaik. Tugasan dalam jemaah memerlukan abang banyak berurusan dengan Faizah....Abang tak mahu wujud fitnah antara kami.

Lagipun....abang lelaki Ain. Abang berhak untuk
berkahwin lebih dari satu. `'

Bicara itu kurasakan amat tajam, mencalar hatiku. Merobek jiwa ragaku. Aku mengasihinya sepenuh hatiku. Ketaatanku padanya tidak pernah luntur. Kasih sayangku padanya tidak pernah pudar. Aku telah cuba memberikan layanan yang terbaik untuknya. Tapi inikah hadiahnya untukku?

Sesungguhnya aku tidak menolak hukum Tuhan. Aku tahu dia berhak. Namun, alangkah pedihnya hatiku ini mendengar ucapan itu terbit dari bibirnya. Bibir insan yang amat ku kasihi.

Malam itu, tidurku berendam air mata. Dalam kesayuan. Aku memandang wajah Abang Harris penuh kasih. Nyenyak sekali tidurnya.

Sesekali terdetik dalam hatiku, bagaimana dia mampu melelapkan mata semudah itu setelah hatiku ini digurisnya dengan sembilu.

Tidak fahamkah dia derita hati ini? Tak cukupkah selama ini pengorbananku untuknya? Alangkah peritnya menahan kepedihan ini. Alangkah pedihnya!

Selama seminggu. Aku menjadi pendiam apabila bersama dengannya. Bukan aku sengaja tetapi aku tidak mampu membohongi hatiku sendiri. Tugasku sebagai seorang isteri aku laksanakan sebaik mungkin, tapi aku merasakan segalanya tawar. Aku melaksanakannya tidak sepenuh hati.

Oh Tuhan.....ampuni daku. Aku sayang suamiku, tapi aku terluka dengan permintaannya itu.

Apabila bertembung dua kehendak, kehendak mana yang harus dituruti. Kehendak diri sendiri atau kehendak Dia ?

Pastinya kehendak Dia. Apa lagi yang aku ragukan? Pasti ada hikmah Allah yang tersembunyi di sebalik ujian yang Dia turunkan buatku ini. Aku berasa amat serba-salah berada
dalam keadaan demikian. Aku rindukan suasana yang dulu. Riang bergurau senda dengan suamiku. Kini. Aku hanya terhibur dengan keletah anak-anak.

Senyumku untuk Abang Harris telah tawar, tidak berperisa. Yang nyata. Aku tidak mampu bertentang mata dengannya lagi. Aku benar-benar terluka.

Namun, Abang Harris masih seperti dulu. Tidak jemu dia memelukku setelah pulang dari kerja walau sambutan hambar. Tidak jemu dia mencuri pandang merenung wajahku walau aku selalu melarikan pandangan dari anak matanya.

Tidak jemu ucapan kasihnya untukku. Aku keliru. Benar-benar keliru. Adakah Abang Harris benar-benar tidak berubah sayangnya padaku atau dia hanya sekadar ingin mengambil hatiku untuk membolehkan dia berkahwin lagi?

`Oh Tuhan...berilah aku petunjukMu.' Dalam kegelapan malam. Aku bangkit sujud menyembahNya, mohon petunjuk dariNya. Aku mengkoreksi kembali matlamat hidupku.

Untuk apa segala pengorbananku selama ini untuk
suamiku ? Untuk mengejar cintanya atau untuk
mengejar redha Allah ?

Ya Allah, seandainya ujian ini Engkau timpakan ke
atas ku untuk menguji keimananku. Aku rela Ya
Allah. Aku rela.

Biarlah... Bukan cinta manusia yang ku kejar. Aku hanya mengejar cinta Allah. Cinta manusia hanya pemangkin. Bukankah aku telah berazam. Aku inginkan segala yang menyenangkan buat suamiku?

Dengan hati yang tercalar seguris luka. Aku mengizinkan Abang Harris berkahwin lagi. Dan, demi untuk mendidik hati ini. Aku sendiri yang menyampaikan hasrat Abang Harris itu kepada Faizah.

Suamiku pada mulanya agak terkejut apabila aku
menawarkan diri untuk merisik Faizah.

"Ain?......Ain serius?"

"Ya abang. Ain sendiri akan cakap pada Faizah.
Ain lakukan ini semua atas kerelaan hati Ain
sendiri. Abang jangan risau...Ain jujur terhadap
abang. Ain tak akan khianati abang. Ain hanya
mahu lihat abang bahagia," ujarku dengan
senyuman tawar. Aku masih perlu masa untuk
mengubat luka ini. Dan inilah satu caranya. Ibarat
menyapu ubat luka. Pedih, tetapi cepat
sembuhnya.

Aku mengumpul kekuatan untuk menjemput
Faizah datang ke rumahku. Waktu itu, suamiku
tiada di rumah dan dia telah memberi keizinan
untuk menerima kedatangan Faizah. Faizah
dengan segala senang hati menerima undanganku.

Sememangnya aku bukanlah asing baginya.
Malah dia juga mesra dengan anak-anakku.

`' Izah......akak jemput Izah ke mari sebab ada hal
yang akak nak cakapkan, `' setelah aku merasakan cukup kuat. Aku memulakan bicara.

`' Apa dia, Kak Ain. Cakaplah, `' lembut nada suaranya.

"Abang Harris ada pernah cakap apa-apa pada Faizah?"

"Maksud Kak Ain, Ustaz Harris?" Ada nada kehairanan pada suaranya. Sememangnya kami memanggil rakan satu jemaah dengan panggilan Ustaz dan Uztazah. Aku hanya mengangguk.

" Pernah dia cakap dia sukakan Izah?"

"Sukakan Izah? Isyyy....tak mungkinlah Kak Ain. Izah kenal Ustaz Harris. Dia kan amat sayangkan akak. Takkanlah dia nak sukakan saya pula. Kenapa Kak Ain tanya macam tu? Kak Ain ada dengar cerita dari orang ke ni? `'

`' Tidak Izah. Tiada siapa yang membawa
cerita......." Aku terdiam seketika. "Izah, kalau
Kak Ain cakap dia sukakan Izah dan nak ambil
Izah jadi isterinya, Izah suka?" Dengan amat berat
hati. Aku tuturkan
kalimah itu.

" Kak Ain!" jelas riak kejutan terpapar di wajahnya.
`' Apa yang Kak Ain cakap ni ? Jangan bergurau
hal sebegini Kak Ain, `' kata Faizah seakan tidak
percaya. Mungkin kerana aku sendiri yang
menutur ayat itu. Isteri kepada Muhammad Harris
sendiri merisik calon isteri kedua suaminya.

"Tidak Izah. Akak tak bergurau......Izah sudi jadi
saudara Kak Ain?" ujarku lagi. Air mataku seolah
ingin mengalir tapi tetap aku tahan. Faizah
memandang tepat ke wajahku.

"Kak Ain. Soal ini bukan kecil Kak Ain. Kak Ain
pastikah yang......Ustaz Harris.....mahu...
melamar saya?"

Dari nada suaranya. Aku tahu Faizah jelas tidak
tahu apa-apa. Faizah gadis yang baik. Aku yakin
dia tidak pernah menduga suamiku akan membuat
permintaan seperti ini. Lantas. Aku menceritakan
kepada Faizah akan hasrat suamiku.

Demi untuk memudahkan urusan jemaah, untuk
mengelakkan fitnah. Faizah termenung mendengar
penjelasanku.

"Kak Ain.....saya tidak tahu bagaimana Kak Ain
boleh hadapi semuanya ini dengan tabah. Saya
kagum dengan semangat Kak Ain. Saya minta
maaf kak. Saya tak tahu ini akan berlaku. Saya
tak pernah menyangka saya menjadi punca hati
Kak Ain terluka," ujarnya sebak. Matanya ku lihat
berkaca-kaca.

"Izah...Kak Ain tahu kamu tak salah. Kak Ain juga
tak salahkan Abang
Harris. Mungkin dia fikir ini jalan terbaik. Dan akak
tahu, dia berhak dan mampu untuk
melaksanakannya. Mungkin ini ujian untuk
menguji keimanan Kak Ain."

"Kak...maafkan Izah." Dengan deraian air mata,
Faizah meraihku ke dalam elukannya. Aku juga
tidak mampu menahan sebak lagi. Air mataku
terhambur jua. Hati wanita. Biarpun bukan dia
yang menerima kepedihan ini, tetapi tersentuh jua
hatinya dengan kelukaan yang ku alami. Memang
hanya wanita yang memahami hati wanita yang
lain.

"Jadi...Izah setuju?" Soalku apabila tangisan kami
telah reda.

`' Kak Ain....ini semua kejutan buat Izah. Izah tak
tahu nak cakap. Izah tak mahu lukakan hati Kak
Ain."

"Soal Kak Ain....Izah jangan risau, hati Kak
Ain...Insya Allah tahulah akak mendidiknya. Yang
penting akak mahu Abang Harris bahagia. Dan
akak sebenarnya gembira kerana Faizah
pilihannya. Bukannya gadis lain yang akak tak
tahu hati budinya. Insya Allah Izah. Sepanjang
Kak Ain mengenali Abang Harris dan sepanjang
akak hidup sebumbung dengannya, dia seorang
yang baik, seorang suami yang soleh, penyayang
dan penyabar. Selama ini akak gembira dengan
dia. Dia seorang calon yang baik buat Izah. `'

"Akak.....Izah terharu dengan kebaikan hati akak.
Tapi bagi Izah masa dan Izah perlu tanya ibu bapa
Izah dulu."

"Seeloknya begitulah. Kalau Izah setuju, Kak Ain
akan cuba cakap pada ibu bapa Izah."

Pertemuan kami petang itu berakhir. Aku berasa
puas kerana telah menyampaikan hasrat suamiku.
`Ya Allah.....inilah pengorbananku untuk
membahagiakan suamiku. Aku lakukan ini hanya
semata-mata demi redhaMu.'

Pada mulanya, keluarga Faizah agak keberatan
untuk membenarkan Faizah menjadi isteri kedua
Abang Harris. Mereka khuatir Faizah akan terabai
dan bimbang jika dikata anak gadis mereka
merampas suami orang.

Namun. Aku yakinkan mereka akan kemampuan
suamiku. Alhamdulillah, keluarga Faizah juga
adalah keluarga yang menitikberatkan ajaran
agama. Akhirnya, majlis pertunangan antara
suamiku dan Faizah diadakan jua.

"Ain.....abang minta maaf sayang," ujar suamiku
pada suatu hari,
beberapa minggu sebelum tarikh pernikahannya
dengan Faizah.

"Kenapa?"

"Abang rasa serba salah. Abang tahu abang telah
lukakan hati Ain. Tapi....Ain sedikit pun tidak
marahkan abang. Ain terima segalanya demi untuk
abang. Abang terharu. Abang....malu dengan Ain."

"Abang....syurga seorang isteri itu terletak di
bawah tapak kaki suaminya. Redha abang pada
Ain Insya Allah, menjanjikan redha Allah pada Ain.
Itu yang Ain cari abang. Ain sayangkan abang. Ain
mahu abang gembira. Ain anggap ini semua ujian
Allah abang. `'

`' Ain....Insya Allah abang tak akan sia-siakan
pengorbanan Ain ini.
Abang bangga sayang. Abang bangga punya isteri
seperti Ain. Ain adalah cinta abang selamanya.
Abang cintakan Ain."

"Tapi...abang harus ingat. Tanggungjawab abang
akan jadi semakin berat. Abang ada dua amanah
yang perlu dijaga. Ain harap abang dapat
laksanakan tanggungjawab abang sebaik
mungkin."

"Insya Allah abang akan cuba berlaku seadilnya."
Dengan lembut dia mengucup dahiku. Masih
hangat seperti dulu. Aku tahu kasihnya padaku
tidak pernah luntur. Aku terasa air jernih yang
hangat mula membasahi pipiku. Cukuplah aku
tahu, dia masih sayangkan aku seperti dulu
walaupun masanya bersamaku nanti akan terbatas.

Pada hari pertama pernikahan mereka. Aku
menjadi lemah. Tidak bermaya. Aku tiada daya
untuk bergembira. Hari itu sememangnya amat
perit bagiku walau aku telah bersedia untuk
menghadapinya.

Malam pertama mereka disahkan sebagai suami
isteri adalah malam pertama aku ditinggalkan
sendirian menganyam sepi. Aku sungguh sedih.
Maha hebat gelora perasaan yang ku alami. Aku
tidak mampu lena walau sepicing pun. Hatiku
melayang terkenangkan Abang Harris dan Faizah.
Pasti mereka berdua bahagia menjadi pengantin
baru.

Bahagia melayari kehidupan bersama, sedangkan
aku ? Berendam air mata mengubat rasa kesepian
ini. Alhamdulillah. Aku punya anak-anak.
Merekalah teman
bermainku.

Seminggu selepas itu, barulah Abang Harris
pulang ke rumah. Aku memelukknya seakan tidak
mahu ku lepaskan. Seminggu berjauhan, terasa
seperti setahun. Alangkah rindunya hati ini. Sekali
lagi air mata ku rembeskan tanpa dapat ditahan.

`' Kenapa sayang abang menangis ni? Tak suka
abang balik ke?" ujarnya lembut.

"Ain rindu abang. Rindu sangat. `' Tangisku makin
menjadi-jadi. Aku mengeratkan pelukanku. Dan dia
juga membalas dengan penuh kehangatan.

`' Abang pun rindu Ain. Abang rindu senyuman
Ain. Boleh Ain senyum pada abang ? `' Lembut
tangannya memegang daguku dan mengangkat
wajahku.

`'Abang ada teman baru. Mungkinkah abang masih
rindu pada Ain ? `'Aku menduga keikhlasan
bicaranya.

`' Teman baru tidak mungkin sama dengan yang
lama. Kan abang dah kata, sayang abang pada
Ain masih seperti dulu. Tidak pernah berubah,
malah semakin sayang. Seminggu abang
berjauhan dari Ain, tentulah abang rindu. Rindu
pada senyuman Ain, suara Ain, masakan Ain,
sentuhan Ain. Semuanya itu tiada di tempat lain,
hanya pada Ain saja. Senyumlah sayang, untuk
abang. `'

Aku mengukir senyum penuh ikhlas. Aku yakin
dengan kata-katanya. Aku tahu sayangnya masih
utuh buatku.

Kini, genap sebulan Faizah menjadi maduku. Aku
melayannya seperti adik sendiri. Hubungan kami
yang dulunya baik bertambah mesra. Apa
tidaknya, kami berkongsi sesuatu yang amat
dekat di hati.

Dan, Faizah, menyedari dirinya adalah orang baru
dalam keluarga, sentiasa berlapang dada
menerima teguranku. Katanya. Aku lebih
mengenali Abang Harris dan dia tidak perlu
bersusah payah untuk cuba mengorek sendiri apa
yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh
Abang Harris. Aku, sebagai kakak, juga sentiasa
berpesan kepada Faizah supaya sentiasa
menghormati dan menjaga hati Abang Harris. Aku
bersyukur, Faizah tidak pernah mengongkong
suamiku. Giliran kami dihormatinya.

Walaupun kini masa untuk aku bersama dengan
suamiku terbatas, tetapi aku dapat merasakan
kebahagiaan yang semakin bertambah apabila
kami bersama. Benarlah, perpisahan sementara
menjadikan kami semakin rindu. Waktu bersama,
kami manfaatkan sebaiknya. Alhamdulillah,
suamiku tidak pernah mengabaikan aku dan
Faizah. Aku tidak merasa kurang daripada kasih
sayangnya malah aku merasakan sayangnya
padaku bertambah. Kepulangannya kini sentiasa
bersama sekurang-kurangnya sekuntum mawar
merah. Dia menjadi semakin penyayang, semakin
romantik. Aku rasa aku harus berterima kasih
pada Faizah kerana kata suamiku, Faizahlah yang
selalu mengingatkannya supaya jangan mensia-
akan kasih sayangku padanya.

Memang aku tidak dapat menafikan, adakalanya
aku digigit rindu apabila dia pulang untuk bersama-
sama dengan Faizah. Rindu itu. Aku ubati dengan
zikrullah. Aku gunakan kesempatan ketiadaannya
di rumah dengan menghabiskan masa bersama
Kekasih Yang Agung. Aku habiskan masaku
dengan mengalunkan ayat-ayatNya sebanyak
mungkin. Sedikit demi sedikit kesedihan yang ku
alami mula pudar. Ia diganti dengan rasa
ketenangan. Aku tenang beribadat kepadaNya.
Terasa diriku ini lebih hampir dengan Maha
Pencipta.

Soal anak-anak. Aku tidak mempunyai masalah
kerana sememangnya aku mempunyai pembantu
rumah setelah aku melahirkan anak kedua. Cuma,
sewaktu mula-mula dulu, mereka kerap juga
bertanya kemana abah mereka pergi, tak pulang
ke rumah. Aku terangkan secara baik dengan
mereka. Mereka punyai ibu baru. Makcik Faizah.
Abah perlu temankan Makcik Faizah seperti abah
temankan mama. Anak-anakku suka bila
mengetahui Faizah juga menjadi `ibu' mereka.
Kata mereka, Makcik Izah baik. Mereka suka ada
dua ibu. Lebih dari orang lain. Ahhh...anak-anak
kecil. Apa yang kita terapkan itulah yang mereka
terima. Aku tidak pernah menunjukkan riak
kesedihan bila mereka bertanya tentang Faizah.
Bagiku Faizah seperti adikku sendiri.

Kadang-kadang, bila memikirkan suamiku
menyayangi seorang perempuan lain selain aku,
memang aku rasa cemburu, rasa terluka. Aku
cemburu mengingatkan belaian kasihnya itu
dilimpahkan kepada orang lain. Aku terluka kerana
di hatinya ada orang lain yang menjadi penghuni.
Aisyah, isteri Rasulullah jua cemburukan Khadijah,
insan yang telah tiada. Inikan pula aku, manusia
biasa. Tapi..... ku kikis segala perasaan itu.
Cemburu itukan fitrah wanita, tanda sayangkan
suami.
Tetapi cemburu itu tidak harus dilayan. Kelak hati
sendiri yang merana. Bagiku, kasih dan redha
suami padaku itu yang penting, bukan kasihnya
pada orang lain. Selagi aku tahu, kasihnya masih
utuh buatku. Aku sudah cukup bahagia. Dan aku
yakin, ketaatan, kesetiaan dan kasih sayang yang
tidak berbelah bahagi kepadanya itulah kunci
kasihnya kepadaku. Aku ingin nafasku terhenti
dalam keadaan redhanya padaku, supaya nanti
Allah jua meredhai aku. Kerana sabda Rasulullah
s.a.w

"Mana-mana wanita (isteri) yang meninggal dunia
dalam keadaan suaminya meredhainya, maka ia
akan masuk ke dalam syurga." (Riwayat-Tirmizi, al-
Hakim dan Ibnu Majah).

Sungguh bukan mudah aku melalui semuanya itu.
Saban hari aku berperang dengan perasaan.
Perasaan sayang, luka, marah, geram, cemburu
semuanya bercampur aduk. Jiwaku sentiasa
berperang antara kewarasan akal dan emosi.
Pedih hatiku hanya Tuhan yang tahu.
KepadaNyalah aku pohon kekuatan untuk
menempuhi segala kepedihan itu. KepadaNyalah
aku pinta kerahmatan dan kasih sayang, semoga
keresahan hati ini kan berkurangan.

Namun, jika aku punya pilihan, pastinya aku tidak
mahu bermadu. Kerana ia sesungguhnya
memeritkan. Perlukan ketabahan dan kesabaran.
Walau bagaimanapun. Aku amat bersyukur kerana
suamiku tidak pernah mengabaikan
tanggungjawabnya. Dan aku juga bersyukur
kerana menjadi intan terpilih untuk menerima ujian
ini.